Pendambaan Hati Yang Merindu…
Tiada jua waktu begitu cepat berlalu, kadang tiada sempat kita menengok ke belakang. Tentang cermin sikap dan perilaku kita yang banyak membuat masalah, kerugian, dan ketidakmanfaatan bagi diri sendiri maupun sesame. Kita terkadang lebih egois dan ingin menang sendiri, juga kadang takabur tentang segala keinginan dan cita-cita di masa depan. Orang bijak mengatakan bahwa hari ini adalah hari kemarin yang ada bagi kita untuk dapat merenung dan mengintropeksi kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri kita. Hari ini adalah masa depan yang bila kau lewati begitu saja tanpa akal dan amal akan sia-sia lah dikau nantinya. Hidup Cuma sekali diberikan oleh Tuhan kepada kita jangan menjadikan adanya untuk disesali.
Kita tak mungkin untuk dapat berdiri sendiri dan berpijak di tanah kemerdekaan tanpa adanya jerih payah hasil perjuangan dan pengorbanan para syuhada-syuhada bangsa. Kita hanya menikmati tanpa sadar untuk mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan kepada kita. Janganlah menjadikan kita menjadi ” MANUSIA YANG TAK TAHU DIRI”. Tak pandai belajar, tak pandai bekerja, tak pandai berkarya dan berprestasi tak juga pandai mensyukuri segala nikmat-nikmat itu.
Di enam puluh empat tahun bangsa yang besar ini merdeka, sudah selayaknya bagi kita untuk memahami dan menyadari arti dan makna segala pengorbanan dan perjuangan itu. Rasakan betapa menderitanya suatu bangsa yang tidak memiliki kemerdekaan, suatu bangsa dibawah penindasan bangsa-bangsa lain. Adakalanya suatu bangsa hilang tiada nampak dipermukaan bumi karena penjajahan dari bangsa lain. Namun adakalanya juga suatu bangsa ditelan masa tiada nampak ia di bersanding duduk di percaturan dunia berbicara tentang kemajuan peradaban dunia, karena keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan rakyatnya.
Mengawali ibadah bulan suci Ramadhan pula, semoga kita semua juga semakin menyadari eksistensi dan fungsi kita sebagai hamba Tuhan yang senantiasa membaktikan hidup dan kehidupannya serta manfaat bagi sesama dan beribadah bagi Tuhannya.Amin.(Suryanto,S.Pd)
Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Masa Penjajahan Baru
Karya: Taufiq Ismail
Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tepergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggigit dan mengunyah teratur berirama
Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya
Meminjam kepeng ke mancanegara
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat kami jadi begini
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini (*)
Tanya Sang Anak
Konon pada suatu desa terpencil
Terdapat sebuah keluarga
Terdiri dari sang ayah dan ibuSerta seorang anak gadis muda dan naif!
Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!Ibu!
Mengapa aku dilahirkan wanita?Sang ibu menjawab,
"Kerana ibu lebih kuat dari ayah!
"Sang anak terdiam dan berkata,"Kenapa jadi begitu?
"Sang anak pun bertanya kepada sang ayah
!Ayah!
Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?
Ayah pun menjawab,"Kerana ibumu seorang wanita!!!
Sang anak kembali terdiam.
Dan sang anak pun kembali bertanya!
Ayah!
Apakah aku lebih kuat dari ayah?
Dan sang ayah pun kembali menjawab," Iya,
kau adalah yang terkuat!"
Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.
Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.
Ayah!
Apakah aku lebih kuat dari ibu?
Ayah kembali menjawab,"Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!
""Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?
" Sang anak pun kembali melontarkan pertanyaan.
Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan.
"Kerana engkau adalah buah dari cintanya!
Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam.
Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!
Dan kau adalah segalanya buat kami.
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.
Tawamu adalah tawa kami.
Tangismu adalah air mata kami.
Dan cintamu adalah cinta kami.
Dan sang anak pun kembali bertanya!
Apa itu Cinta, Ayah?
Apa itu cinta, Ibu?
Sang ayah dan ibu pun tersenyum!
Dan mereka pun menjawab,"Kau, kau adalah cinta kami sayang.."
~ Khalil Gibran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar