Kunjungan Ibu Walikota Jakarta Pusat Ke SMK Negeri 54 Jakarta
Senin, 21 Desember 2009, Serdang.
Siapa bilang warga sekolah di perkotaan tidak peduli lingkungan? Banyak langkah yang sebenarnya sudah dilakukan oleh warga sekolah karena keprihatinan mereka menyaksikan kerusakan lingkungan. Inisiatif tersebut perlu terus didorong sehingga dapat terus bergulir dan memberikan manfaat yang lebih besar lagi untuk meningkatkan kualitas hidup di perkotaan. Untuk itu, Ibu Walikota Jakarta Pusat, Hj. Sylviana Murni menggulirkan program “Sekolah Hijau” yang bertujuan untuk memotivasi sekolah, khususnya sekolah menengah tingkat atas menjadi “sekolah berbasis penghijauan/lingkungan”. “Sekolah hijau ( Green School )” yaitu sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktifitas sekolah. Konsep sekolah hijau awalnya dikembangkan oleh Program GGS.
Ada 3 tujuan utama yang diharapkan dari program ‘sekolah hijau atau green school’ ini, yaitu (1) Terbangunnya kepedulian lingkungan dari warga sekolah, (2) Terbangunnya sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi di sekolah, dan (3) Meningkatnya peran dan keberadaan sekolah bagi masyarakat dalam menangani persoalan lingkungan, serta (4) upaya pelaksanaan swasembada pangan di perkotaan.
Untuk menanamkan kesadaran melestarikan lingkungan dan upaya pelaksanaan swasembada pangan, khususnya di daerah perkotaan kepada siswa dan guru di lingkungan sekolah, akan efektif jika diimplementasikan secara langsung melalui mata pelajaran atau kegiatan pembelajaran. Dengan berkembangnya wacana, maka SMK Negeri 54 Jakarta kemudian memutuskan untuk menyusun sebuah muatan lokal yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan lingkungan di sekitarnya, dan mulai tahun pembelajaran 2007/2008 mata pelajaran muatan lokal Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) mulai dilaksanakan. “ Beberapa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dalam muatan lokal ini, diantaranya tentang, penanaman padi dalam pot, penanaman sayur mayur, tumbuhan apotik hidup dalam pot, pembuatan lobang biopori, pengelolaan sampah dan limbah hasil praktek yang terkait dengan mata pelajaran praktek produktif, keikutsertaan dalam upaya safety global warming dan polusi emisi gas buang kendaraan, dan lain sebagainya,” jelas Drs. Sugeng Bagiono selaku Koordinator Lingkungan Hidup untuk Tingkat DKI Jakarta.
Kamis, 31 Maret 2011
Puisi Jiwa
KEKOSONGAN JIWA
Pada malam-malam sunyi
Terpekur jiwa ini seorang diri...
Berkecamuk segenap hasrat dan harapan..
Dalam keterbatasan dimensi ruang dan waktu...
Begitu panjang perjalanan ini t’lah dilalui...
Terkadang tanpa tujuan yang pasti...
Mengambang dan menggontai langkah kaki...
Tiada jua oasis ditemui
Arah keyakinan terkadang tergoda oleh halusinasi kehidupan
Menjadikan kita lupa diri..
Akan hakekatnya menjalani hidup
Batang ranting gurau pepohonan
Memberi sindiran kegetiran hidup..
Tiada desiran angin memberi ingatan
Rembulan malam menatap sedih
Dalam kegalauan sinarnya...
Memancarkan keraguan..
Bagi segenap makhluk hamba-Nya
Bintang gemerlap larut dalam keceriaanya
Tiada sejenak memikirkan tentang kesedihan
Dan kepiluan pada malam-malam yang sunyi
Tuhan...
Masih jauhkan langkah ini harus dilanjutkan
Cukupkan bekal yang Kau sampaikan..
Buanglah keraguan pada relung jiwa yang rapuh
Hati ini masih senantiasa merindu akan ayat-ayatMu
Sambutlah kedatanganku bila waktu senja menjelang
Dalam segenap dekapan kasih dan SayangMu
Karena tanpaMu...
Segalanya hanya menjadi bayang-bayang semu
Yang membuat jiwa ini semakin rapuh
Pada kesendirian di malam-malam sunyi.
( Suryanto; Akhir Agustus 2009 : 02.25 wib )
Pada malam-malam sunyi
Terpekur jiwa ini seorang diri...
Berkecamuk segenap hasrat dan harapan..
Dalam keterbatasan dimensi ruang dan waktu...
Begitu panjang perjalanan ini t’lah dilalui...
Terkadang tanpa tujuan yang pasti...
Mengambang dan menggontai langkah kaki...
Tiada jua oasis ditemui
Arah keyakinan terkadang tergoda oleh halusinasi kehidupan
Menjadikan kita lupa diri..
Akan hakekatnya menjalani hidup
Batang ranting gurau pepohonan
Memberi sindiran kegetiran hidup..
Tiada desiran angin memberi ingatan
Rembulan malam menatap sedih
Dalam kegalauan sinarnya...
Memancarkan keraguan..
Bagi segenap makhluk hamba-Nya
Bintang gemerlap larut dalam keceriaanya
Tiada sejenak memikirkan tentang kesedihan
Dan kepiluan pada malam-malam yang sunyi
Tuhan...
Masih jauhkan langkah ini harus dilanjutkan
Cukupkan bekal yang Kau sampaikan..
Buanglah keraguan pada relung jiwa yang rapuh
Hati ini masih senantiasa merindu akan ayat-ayatMu
Sambutlah kedatanganku bila waktu senja menjelang
Dalam segenap dekapan kasih dan SayangMu
Karena tanpaMu...
Segalanya hanya menjadi bayang-bayang semu
Yang membuat jiwa ini semakin rapuh
Pada kesendirian di malam-malam sunyi.
( Suryanto; Akhir Agustus 2009 : 02.25 wib )
Refleksi Hati
“ Pendambaan Hati Yang Merindu…”
Tiada jua waktu begitu cepat berlalu, kadang tiada sempat kita menengok ke belakang. Tentang cermin sikap dan perilaku kita yang banyak membuat masalah, kerugian, dan ketidakmanfaatan bagi diri sendiri maupun sesame. Kita terkadang lebih egois dan ingin menang sendiri, juga kadang takabur tentang segala keinginan dan cita-cita di masa depan. Orang bijak mengatakan bahwa hari ini adalah hari kemarin yang ada bagi kita untuk dapat merenung dan mengintropeksi kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri kita. Hari ini adalah masa depan yang bila kau lewati begitu saja tanpa akal dan amal akan sia-sia lah dikau nantinya. Hidup Cuma sekali diberikan oleh Tuhan kepada kita jangan menjadikan adanya untuk disesali.
Kita tak mungkin untuk dapat berdiri sendiri dan berpijak di tanah kemerdekaan tanpa adanya jerih payah hasil perjuangan dan pengorbanan para syuhada-syuhada bangsa. Kita hanya menikmati tanpa sadar untuk mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan kepada kita. Janganlah menjadikan kita menjadi ” MANUSIA YANG TAK TAHU DIRI”. Tak pandai belajar, tak pandai bekerja, tak pandai berkarya dan berprestasi tak juga pandai mensyukuri segala nikmat-nikmat itu.
Di enam puluh empat tahun bangsa yang besar ini merdeka, sudah selayaknya bagi kita untuk memahami dan menyadari arti dan makna segala pengorbanan dan perjuangan itu. Rasakan betapa menderitanya suatu bangsa yang tidak memiliki kemerdekaan, suatu bangsa dibawah penindasan bangsa-bangsa lain. Adakalanya suatu bangsa hilang tiada nampak dipermukaan bumi karena penjajahan dari bangsa lain. Namun adakalanya juga suatu bangsa ditelan masa tiada nampak ia di bersanding duduk di percaturan dunia berbicara tentang kemajuan peradaban dunia, karena keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan rakyatnya.
Mengawali ibadah bulan suci Ramadhan pula, semoga kita semua juga semakin menyadari eksistensi dan fungsi kita sebagai hamba Tuhan yang senantiasa membaktikan hidup dan kehidupannya serta manfaat bagi sesama dan beribadah bagi Tuhannya.Amin. (Suryanto, S.Pd )
Tiada jua waktu begitu cepat berlalu, kadang tiada sempat kita menengok ke belakang. Tentang cermin sikap dan perilaku kita yang banyak membuat masalah, kerugian, dan ketidakmanfaatan bagi diri sendiri maupun sesame. Kita terkadang lebih egois dan ingin menang sendiri, juga kadang takabur tentang segala keinginan dan cita-cita di masa depan. Orang bijak mengatakan bahwa hari ini adalah hari kemarin yang ada bagi kita untuk dapat merenung dan mengintropeksi kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri kita. Hari ini adalah masa depan yang bila kau lewati begitu saja tanpa akal dan amal akan sia-sia lah dikau nantinya. Hidup Cuma sekali diberikan oleh Tuhan kepada kita jangan menjadikan adanya untuk disesali.
Kita tak mungkin untuk dapat berdiri sendiri dan berpijak di tanah kemerdekaan tanpa adanya jerih payah hasil perjuangan dan pengorbanan para syuhada-syuhada bangsa. Kita hanya menikmati tanpa sadar untuk mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan kepada kita. Janganlah menjadikan kita menjadi ” MANUSIA YANG TAK TAHU DIRI”. Tak pandai belajar, tak pandai bekerja, tak pandai berkarya dan berprestasi tak juga pandai mensyukuri segala nikmat-nikmat itu.
Di enam puluh empat tahun bangsa yang besar ini merdeka, sudah selayaknya bagi kita untuk memahami dan menyadari arti dan makna segala pengorbanan dan perjuangan itu. Rasakan betapa menderitanya suatu bangsa yang tidak memiliki kemerdekaan, suatu bangsa dibawah penindasan bangsa-bangsa lain. Adakalanya suatu bangsa hilang tiada nampak dipermukaan bumi karena penjajahan dari bangsa lain. Namun adakalanya juga suatu bangsa ditelan masa tiada nampak ia di bersanding duduk di percaturan dunia berbicara tentang kemajuan peradaban dunia, karena keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan rakyatnya.
Mengawali ibadah bulan suci Ramadhan pula, semoga kita semua juga semakin menyadari eksistensi dan fungsi kita sebagai hamba Tuhan yang senantiasa membaktikan hidup dan kehidupannya serta manfaat bagi sesama dan beribadah bagi Tuhannya.Amin. (Suryanto, S.Pd )
Opini
Membangun Pendidikan Indonesia Yang Taqwa Dan Berkebangsaan ( Patriotisme )
*
Menjadi bangsa yang merdeka adalah menjadi bangsa yang dapat menghargai kemerdekaan bangsanya. Mengisi dengan segala karya dan prestasi hingga menjadi bangsa yang besar yang dihargai dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain. Dihargai dan dihormati bukan karena maksud ingin memanfaatkan kebodohan dan kemiskinan rakyatnya. Dihargai dan dihormati bukan karena ingin mencuri potensi sumber daya alam yang menurut kabarnya bahwa tanah air kita bagaikan ‘ zamrud di katulistiwa’ serta ‘ genah ripah loh jinawi’ namun karena timbul dari keinginan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara lain di dunia.
Perkembangan dan kemajuan era globalisasi yang salah satunya ditengarai oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi ( IPTEK ) di berbagai industrialisasi, perkembangan ekonomi, dan informasi yang sedemikian cepat memiliki pengaruh yang besar terhadap munculnya kategori invansi dan intervensi pada negara-negara maju terhadap negara-negara miskin dan berkembang. Menyadari perkembangan kemajuan era industrialisasi yang dibarengi dengan gencarnya arus informasi mendorong munculnya persepsi knowledge is power (Drucker, 1989:237). Oleh karenanya harus diyakini bahwa kebutuhan terhadap pendidikan adalah suatu hal yang amat penting, baik yang bersifat pendidikan formal maupun nonformal. Perkembangan pusat-pusat infomasi baik yang melalui media elektronik maupun cetak dari dalam maupun luar negeri dengan mudah dapat diperoleh. Realitas ini menciptakan ketidakberpihakan antara yang menguasai dan tidak menguasai knowledge. Hal ini menjadi sangat penting ketika menyangkut akses, alokasi, serta distribusi sumber-sumber informasi bagi kebutuhan rakyatnya. Disadari bahwa akar masalahnya terletak pada bukan saja siapa yang mempunyai akses terhadap sumber informasi, tetapi juga adalah mekanisme dan strategi implementasi pelaksanaanya dan tidak hanya sebatas jargon maupun konsep teori. Kebutuhan dan kesadaran akan hal ini sangat penting dan mendesak, karena seperti kata Drucker (1989:239) kita juga mengetahui bahwa knowledge workers tidak hanya semata menjadi leaders tetapi juga rulers yang mempengaruhi the forces of change.
Secara esensial salah satu tanggung jawab dari pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional dalam transformasi sosial yang tengah berlangsung tak lain adalah dengan menanamkan dan mengoperasikan ethos, nilai, dan moralitas bangsa dalam menerima dan mengelola informasi yang silih berganti menjadi aset dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pengetahuan bangsanya. Dalam design pembelajaran secara eksplisit adalah dengan proses membuka peluang secara lebar terhadap penggunaan kemampuan nalar dalam mengelola dan mengambil keputusan terhadap perubahan yang dihadapi yang semuanya tersaji dalam bentuk integralistik dalam pendidikan, sehingga menjadikan knowledge people have to learn to take responsibility.
Terkait dengan pernyataan tersebut, sejak tanggal 8 Juli 2003 pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggantikan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang dianggap sudah tidak memadai lagi. Pembaharuan Sistem Pendidikan Nasioanal dilakukan untuk memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut secara tegas memperkuat dan menekankan tentang amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 tentang pendidikan yang intinya tercapainya kesempatan pendidikan bagi rakyat dan terlaksananya pencapaian pembangunan manusia Indonsia seutuhnya, spiritual, intelektual, fisik, dan mental.
Secara retorik kedua ayat tersebut, telah cukup dapat dipergunakan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi di bidang pendidikan yakni diberinya peluang bahkan dalam batas tertentu diberikan kebebasan, kepada keluarga dan masyarakat dalam hal penyelenggara pendidikan untuk mendapatkan dan menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakat serta sesuai dengan kondisi dan tuntuan lapangan kerja. Hal ini berarti bahwa intervensi pemerintah yang berlebihan dalam penyelenggaraan pendidikan perlu ditiadakan, dikurangi atau setidaknya terjadi peninjauan kembali terhadap hal-hal yang sudah tidak relevan.
Dalam kaitannya dengan masyarakat belajar (leraning society) perlu diberikan kebebasan kepada masyarakat untuk dapat memilih belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan falsafah negara. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan prinsip belajar seumur hidup. Mungkin selama ini memang kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan telah menuju pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga secara konseptual pemerintah telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan undang-undang. Namun secara realitas masih cukup banyak diantara kelompok usia sekolah yang tidak/belum dapat menikmati pendidikan karena alasan tertentu baik karena ketidakterjangkauan biaya, tempat maupun kesempatan, sehingga hak mereka seolah-olah “terampas” dengan sendirinya. Ditambah lagi dengan masih belum optimalnya pelaksana penyelenggara pendidikan dalam membangun nilai-nilai pendidikan yang mewujudkan kesadaran keimanan ketaqwaan dan moralitas jiwa kebangsaan rakyatnya.
Membangun Nilai Ketagwaan
Guru dan Kurikulum pada setiap tingkat pendidikan disadari bahwa secara konseptual pemahaman terhadap kurikulum mendapatkan pemaknaan yang sangat beragam. Para pakar kurikulum pun memberikan jawaban yang bervariasi, sesuai dengan sudut pandang kajian maupun aspek materinya yang sedemikian luas untuk dapat dijelajahi. Bahkan dari hal-hal yang paling konkret hingga yang paling abstrak sekalipun dapat dijadikan semacam argumen dalam memberikan pemaknaan terhadap kurikulum maupun implementasinya. Walau demikian, hal yang secara substansial perlu dicermati dan dijaga adalah adanya upaya pencegahan, sehingga tidak terjadi proses simplifikasi pemahaman terhadap makna kurikulum itu sendiri. Terjadinya keterjerumusan kita pada miskonsepsi terhadap pengembangan kurikulum antara lain sebagai akibat dari proses simplifikasi pemahaman terhadap kurikulum, sehingga terjebak memaknai kurikulum dalam arti yang sangat sempit. Sehubungan dengan ini, hal yang perlu dipertimbangkan dalam merancangbangun kurikulum pendidikan baik di tingkat dasar, menengah maupun tinggi untuk masa depan adalah dengan bersandar pada upaya merealisasikan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang diawali dengan nilai keimanan dan ketaqwaan.
Memandang kurikulum sebagai hasil belajar yang ingin dicapai oleh para siswa, mendeskripsikan kurikulum sebagai pengetahuan, keterampilan, perilaku, sikap dan berbagai bentuk pemahaman terhadap bidang studi. Pengertian ini cenderung lebih konseptual, namun hasil belajar yang diinginkan siswa seperti halnya tujuan belajar, semata hanya seperangkat konsep yang harus dikuasai dalam prinsip-prinsip belajar dan sebagainya. Keuntungan dari cara pandang seperti ini menjadi berupa (1) kurikulum menjadi sebuah konsep, yang sekedar produk semata yang secara “ritual” harus diajarkan sebagaimana adanya tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan kultural baik di sekolah maupun di masyarakat, (2) menyusun kurikulum menjadi lebih kurang manageable baik dari segi scope maupun sequennya. Sehingga timbul kelemahan adanya kesulitan bagi para guru maupun sekolah dalam menangani secara terpisah apa yang harus dipelajari oleh siswa dan cara mempelajarinya apalagi dengan jumlah jam yang relatif sangat sempit pada mata pelajaran maupun mata kuliah pendidikan agama.
Sudah semestinya pemaknaan kurikulum adalah sebagai pengalaman belajar, yang pada hakikatnya merupakan pemisahan yang sangat jelas dari dua pemaknaan sebelumnya. Pemaknaan kurikulum yang terakhir ini lebih merupakan akumulasi pengalaman pendidikan yang diperoleh siswa sebagai hasil kegiatan belajar atau pengaruh situasi dan kondisi belajar yang telah direncanakan. Sebagai konsekuensinya apa yang direncanakan dalam kurikulum belum tentu berhasil sebagaimana yang diharapkan. Hal ini tentu banyak faktor yang mempengaruhinya seperti halnya kemampuan guru dalam menerapkan dan mengembangkan kurikulum dalam proses pembelajaran. Artinya sebaik apapun kurikulumnya bila tidak didukung oleh guru yang profesional dan memiliki suri tauladan keimanan dan ketaqwaan tentu tidak banyak memberikan makna terhadap siswa, demikian pula sebaliknya.
Membangun Jiwa Kebangsaan ( Nasionalisme )
Ketika menjalankan fungsinya, pendidikan bersandar pada dua dimensi asasi, yaitu tabiat individu dan lingkungan sosialnya. Kepribadian individu berkembang dan terbentuk tidak lain merupakan hasil dari terjadinya interaksi antara tabiat (nature) kemanusiaannya dan faktor-faktor lingkungan artinya, tingkah laku atau dapat di katakan kepribadian seseorang merupakan produk interaksi antara tabiat dan lingkungan sosialnya. Hal ini merupakan karakteristik perjalanan dari proses pendidikan, tanpa adanya interaksi tersebut pendidikan tidak akan dapat berfungsi sebagai mana mestinya, oleh sebab itu di dalam pembentukan kepribadian seseorang perlu ada fleksibilitas dan elastisitas yang memungkinkan terjadinya pembentukan kepribadian seseorang secara benar.
Hery Noer Aly dan H. Munzier S ( 2000 : 176 ) berpendapat, “ bahwa infleksibilitas lingkungan sosial berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian.” Adapun yang dimaksud dengan infleksibilitas lingkungan adalah sejauh mana lingkungan bertentangan dengan kebutuhan dan tuntutan pribadi seseorang. Seseorang atau individu manusia akan hidup dalam kondisi harmonis bersama lingkungannya baik didalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, bila selama lingkungan itu mampu memenuhi kebutuhannya, baik psikis maupun fisik. Namun apabila lingkungan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi ketidakharmonisan antara seseorang dan lingkungannya, implikasinya seseorang akan berusaha dengan segala kemampuannya untuk mengembalikan keharmonisan tersebut atau mungkin mengabaikannya.
Pendidikan secara umum disadari merupakan urat nadi kehidupan seseorang dan masyarakatnya. Sebesar apapun yang telah diberikan oleh pendidikan, maka akan sebesar itu pula nilainya didalam mendidik seseorang dan dalam membentuk kepribadiannya. Ada anggapan dasar bahwa kerja sama antara keluarga dan sekolah merupakan urgensi kependidikan dan keduanya berintegrasi saling melengkapi dan menguatkan dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan norma-norma kehidupan berbangsa dan bernegara.
Realitas di lapangan dihadapkan pada permasalahan bahwa pendidikan nasional di negara kita dewasa ini sedang dihadapkan pada empat krisis pokok, yang berkaitan dengan kuantitas, relevansi atau efisiensi eksternal, elitisme, dan manajemen. Sedikitnya ada enam masalah pokok sistem pendidikan nasional sistem pendidikan nasional : (1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik; (2) pemerataan kesempatan belajar; (3) masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan; (4) status kelembagaan; (5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional; (6) sumber daya yang belum profesional. Dengan realitas ini menjadikan gambaran bahwa kita semakin banyak mengalami krisis, keterpurukan dan keprihatinan akan masa depan persatuan dan kesatuan bangsa karena banyak timbulnya gejolak sosial, politik, hukum, ekonomi dan budaya. Membangun kesadaran jiwa kebangsaan ( Nasionalisme Indonesia ) adalah hal yang mudah untuk dilisankan dan terlalu sukar untuk dipraktekkan. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yang relatif sempit hampir di setiap lini pendidikan memang bukan menjadikan suatu alasan. Namun akan lebih diutamakan dan yang lebih penting adalah membuat cermin pada segenap komponen yang terlibat dalam pendidikan memberikan contoh dan suri tauladan pribadi yang memiliki jiwa kebangsaan dan rasa kebanggaan menjadi bangsa Indonesia serta pengalaman belajar yang memberikan benih-benih nilai kebangsaan. Kebanggan menjadi bangsa Indonesia adalah kebanggan untuk dapat membuktikan diri dalam hal karya dan prestasi serta mampu memberikan manfaat yang terbaik bagi tanah airnya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang bangga akan tanah airnya. Banyak rakyat di negeri ini yang berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin; kecuali ketua RT; yang senantiasa mengatasnamakan rakyat namun tidak memiliki jiwa kerakyatan dan tauladan bagi rakyatnya. Yang banyak terjadi karena hasrat kepentingan materi dan bertahan hidup bagi kemewahan diri dan sanak keluarganya.Semoga Tuhan Yang Maha Esa masih senantiasa setia menganugerahkan rahmat dan HidayahNya kepada kita semua, khususnya bagi para pemimpin kita. Amin.
*
Menjadi bangsa yang merdeka adalah menjadi bangsa yang dapat menghargai kemerdekaan bangsanya. Mengisi dengan segala karya dan prestasi hingga menjadi bangsa yang besar yang dihargai dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain. Dihargai dan dihormati bukan karena maksud ingin memanfaatkan kebodohan dan kemiskinan rakyatnya. Dihargai dan dihormati bukan karena ingin mencuri potensi sumber daya alam yang menurut kabarnya bahwa tanah air kita bagaikan ‘ zamrud di katulistiwa’ serta ‘ genah ripah loh jinawi’ namun karena timbul dari keinginan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara lain di dunia.
Perkembangan dan kemajuan era globalisasi yang salah satunya ditengarai oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi ( IPTEK ) di berbagai industrialisasi, perkembangan ekonomi, dan informasi yang sedemikian cepat memiliki pengaruh yang besar terhadap munculnya kategori invansi dan intervensi pada negara-negara maju terhadap negara-negara miskin dan berkembang. Menyadari perkembangan kemajuan era industrialisasi yang dibarengi dengan gencarnya arus informasi mendorong munculnya persepsi knowledge is power (Drucker, 1989:237). Oleh karenanya harus diyakini bahwa kebutuhan terhadap pendidikan adalah suatu hal yang amat penting, baik yang bersifat pendidikan formal maupun nonformal. Perkembangan pusat-pusat infomasi baik yang melalui media elektronik maupun cetak dari dalam maupun luar negeri dengan mudah dapat diperoleh. Realitas ini menciptakan ketidakberpihakan antara yang menguasai dan tidak menguasai knowledge. Hal ini menjadi sangat penting ketika menyangkut akses, alokasi, serta distribusi sumber-sumber informasi bagi kebutuhan rakyatnya. Disadari bahwa akar masalahnya terletak pada bukan saja siapa yang mempunyai akses terhadap sumber informasi, tetapi juga adalah mekanisme dan strategi implementasi pelaksanaanya dan tidak hanya sebatas jargon maupun konsep teori. Kebutuhan dan kesadaran akan hal ini sangat penting dan mendesak, karena seperti kata Drucker (1989:239) kita juga mengetahui bahwa knowledge workers tidak hanya semata menjadi leaders tetapi juga rulers yang mempengaruhi the forces of change.
Secara esensial salah satu tanggung jawab dari pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional dalam transformasi sosial yang tengah berlangsung tak lain adalah dengan menanamkan dan mengoperasikan ethos, nilai, dan moralitas bangsa dalam menerima dan mengelola informasi yang silih berganti menjadi aset dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pengetahuan bangsanya. Dalam design pembelajaran secara eksplisit adalah dengan proses membuka peluang secara lebar terhadap penggunaan kemampuan nalar dalam mengelola dan mengambil keputusan terhadap perubahan yang dihadapi yang semuanya tersaji dalam bentuk integralistik dalam pendidikan, sehingga menjadikan knowledge people have to learn to take responsibility.
Terkait dengan pernyataan tersebut, sejak tanggal 8 Juli 2003 pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggantikan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang dianggap sudah tidak memadai lagi. Pembaharuan Sistem Pendidikan Nasioanal dilakukan untuk memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut secara tegas memperkuat dan menekankan tentang amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 tentang pendidikan yang intinya tercapainya kesempatan pendidikan bagi rakyat dan terlaksananya pencapaian pembangunan manusia Indonsia seutuhnya, spiritual, intelektual, fisik, dan mental.
Secara retorik kedua ayat tersebut, telah cukup dapat dipergunakan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi di bidang pendidikan yakni diberinya peluang bahkan dalam batas tertentu diberikan kebebasan, kepada keluarga dan masyarakat dalam hal penyelenggara pendidikan untuk mendapatkan dan menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakat serta sesuai dengan kondisi dan tuntuan lapangan kerja. Hal ini berarti bahwa intervensi pemerintah yang berlebihan dalam penyelenggaraan pendidikan perlu ditiadakan, dikurangi atau setidaknya terjadi peninjauan kembali terhadap hal-hal yang sudah tidak relevan.
Dalam kaitannya dengan masyarakat belajar (leraning society) perlu diberikan kebebasan kepada masyarakat untuk dapat memilih belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan falsafah negara. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan prinsip belajar seumur hidup. Mungkin selama ini memang kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan telah menuju pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga secara konseptual pemerintah telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan undang-undang. Namun secara realitas masih cukup banyak diantara kelompok usia sekolah yang tidak/belum dapat menikmati pendidikan karena alasan tertentu baik karena ketidakterjangkauan biaya, tempat maupun kesempatan, sehingga hak mereka seolah-olah “terampas” dengan sendirinya. Ditambah lagi dengan masih belum optimalnya pelaksana penyelenggara pendidikan dalam membangun nilai-nilai pendidikan yang mewujudkan kesadaran keimanan ketaqwaan dan moralitas jiwa kebangsaan rakyatnya.
Membangun Nilai Ketagwaan
Guru dan Kurikulum pada setiap tingkat pendidikan disadari bahwa secara konseptual pemahaman terhadap kurikulum mendapatkan pemaknaan yang sangat beragam. Para pakar kurikulum pun memberikan jawaban yang bervariasi, sesuai dengan sudut pandang kajian maupun aspek materinya yang sedemikian luas untuk dapat dijelajahi. Bahkan dari hal-hal yang paling konkret hingga yang paling abstrak sekalipun dapat dijadikan semacam argumen dalam memberikan pemaknaan terhadap kurikulum maupun implementasinya. Walau demikian, hal yang secara substansial perlu dicermati dan dijaga adalah adanya upaya pencegahan, sehingga tidak terjadi proses simplifikasi pemahaman terhadap makna kurikulum itu sendiri. Terjadinya keterjerumusan kita pada miskonsepsi terhadap pengembangan kurikulum antara lain sebagai akibat dari proses simplifikasi pemahaman terhadap kurikulum, sehingga terjebak memaknai kurikulum dalam arti yang sangat sempit. Sehubungan dengan ini, hal yang perlu dipertimbangkan dalam merancangbangun kurikulum pendidikan baik di tingkat dasar, menengah maupun tinggi untuk masa depan adalah dengan bersandar pada upaya merealisasikan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang diawali dengan nilai keimanan dan ketaqwaan.
Memandang kurikulum sebagai hasil belajar yang ingin dicapai oleh para siswa, mendeskripsikan kurikulum sebagai pengetahuan, keterampilan, perilaku, sikap dan berbagai bentuk pemahaman terhadap bidang studi. Pengertian ini cenderung lebih konseptual, namun hasil belajar yang diinginkan siswa seperti halnya tujuan belajar, semata hanya seperangkat konsep yang harus dikuasai dalam prinsip-prinsip belajar dan sebagainya. Keuntungan dari cara pandang seperti ini menjadi berupa (1) kurikulum menjadi sebuah konsep, yang sekedar produk semata yang secara “ritual” harus diajarkan sebagaimana adanya tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan kultural baik di sekolah maupun di masyarakat, (2) menyusun kurikulum menjadi lebih kurang manageable baik dari segi scope maupun sequennya. Sehingga timbul kelemahan adanya kesulitan bagi para guru maupun sekolah dalam menangani secara terpisah apa yang harus dipelajari oleh siswa dan cara mempelajarinya apalagi dengan jumlah jam yang relatif sangat sempit pada mata pelajaran maupun mata kuliah pendidikan agama.
Sudah semestinya pemaknaan kurikulum adalah sebagai pengalaman belajar, yang pada hakikatnya merupakan pemisahan yang sangat jelas dari dua pemaknaan sebelumnya. Pemaknaan kurikulum yang terakhir ini lebih merupakan akumulasi pengalaman pendidikan yang diperoleh siswa sebagai hasil kegiatan belajar atau pengaruh situasi dan kondisi belajar yang telah direncanakan. Sebagai konsekuensinya apa yang direncanakan dalam kurikulum belum tentu berhasil sebagaimana yang diharapkan. Hal ini tentu banyak faktor yang mempengaruhinya seperti halnya kemampuan guru dalam menerapkan dan mengembangkan kurikulum dalam proses pembelajaran. Artinya sebaik apapun kurikulumnya bila tidak didukung oleh guru yang profesional dan memiliki suri tauladan keimanan dan ketaqwaan tentu tidak banyak memberikan makna terhadap siswa, demikian pula sebaliknya.
Membangun Jiwa Kebangsaan ( Nasionalisme )
Ketika menjalankan fungsinya, pendidikan bersandar pada dua dimensi asasi, yaitu tabiat individu dan lingkungan sosialnya. Kepribadian individu berkembang dan terbentuk tidak lain merupakan hasil dari terjadinya interaksi antara tabiat (nature) kemanusiaannya dan faktor-faktor lingkungan artinya, tingkah laku atau dapat di katakan kepribadian seseorang merupakan produk interaksi antara tabiat dan lingkungan sosialnya. Hal ini merupakan karakteristik perjalanan dari proses pendidikan, tanpa adanya interaksi tersebut pendidikan tidak akan dapat berfungsi sebagai mana mestinya, oleh sebab itu di dalam pembentukan kepribadian seseorang perlu ada fleksibilitas dan elastisitas yang memungkinkan terjadinya pembentukan kepribadian seseorang secara benar.
Hery Noer Aly dan H. Munzier S ( 2000 : 176 ) berpendapat, “ bahwa infleksibilitas lingkungan sosial berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian.” Adapun yang dimaksud dengan infleksibilitas lingkungan adalah sejauh mana lingkungan bertentangan dengan kebutuhan dan tuntutan pribadi seseorang. Seseorang atau individu manusia akan hidup dalam kondisi harmonis bersama lingkungannya baik didalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, bila selama lingkungan itu mampu memenuhi kebutuhannya, baik psikis maupun fisik. Namun apabila lingkungan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi ketidakharmonisan antara seseorang dan lingkungannya, implikasinya seseorang akan berusaha dengan segala kemampuannya untuk mengembalikan keharmonisan tersebut atau mungkin mengabaikannya.
Pendidikan secara umum disadari merupakan urat nadi kehidupan seseorang dan masyarakatnya. Sebesar apapun yang telah diberikan oleh pendidikan, maka akan sebesar itu pula nilainya didalam mendidik seseorang dan dalam membentuk kepribadiannya. Ada anggapan dasar bahwa kerja sama antara keluarga dan sekolah merupakan urgensi kependidikan dan keduanya berintegrasi saling melengkapi dan menguatkan dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan norma-norma kehidupan berbangsa dan bernegara.
Realitas di lapangan dihadapkan pada permasalahan bahwa pendidikan nasional di negara kita dewasa ini sedang dihadapkan pada empat krisis pokok, yang berkaitan dengan kuantitas, relevansi atau efisiensi eksternal, elitisme, dan manajemen. Sedikitnya ada enam masalah pokok sistem pendidikan nasional sistem pendidikan nasional : (1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik; (2) pemerataan kesempatan belajar; (3) masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan; (4) status kelembagaan; (5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional; (6) sumber daya yang belum profesional. Dengan realitas ini menjadikan gambaran bahwa kita semakin banyak mengalami krisis, keterpurukan dan keprihatinan akan masa depan persatuan dan kesatuan bangsa karena banyak timbulnya gejolak sosial, politik, hukum, ekonomi dan budaya. Membangun kesadaran jiwa kebangsaan ( Nasionalisme Indonesia ) adalah hal yang mudah untuk dilisankan dan terlalu sukar untuk dipraktekkan. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yang relatif sempit hampir di setiap lini pendidikan memang bukan menjadikan suatu alasan. Namun akan lebih diutamakan dan yang lebih penting adalah membuat cermin pada segenap komponen yang terlibat dalam pendidikan memberikan contoh dan suri tauladan pribadi yang memiliki jiwa kebangsaan dan rasa kebanggaan menjadi bangsa Indonesia serta pengalaman belajar yang memberikan benih-benih nilai kebangsaan. Kebanggan menjadi bangsa Indonesia adalah kebanggan untuk dapat membuktikan diri dalam hal karya dan prestasi serta mampu memberikan manfaat yang terbaik bagi tanah airnya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang bangga akan tanah airnya. Banyak rakyat di negeri ini yang berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin; kecuali ketua RT; yang senantiasa mengatasnamakan rakyat namun tidak memiliki jiwa kerakyatan dan tauladan bagi rakyatnya. Yang banyak terjadi karena hasrat kepentingan materi dan bertahan hidup bagi kemewahan diri dan sanak keluarganya.Semoga Tuhan Yang Maha Esa masih senantiasa setia menganugerahkan rahmat dan HidayahNya kepada kita semua, khususnya bagi para pemimpin kita. Amin.
Cerpen
“ Pak Tua”
Masih seperti hari kemarin dan hari-hari sebelumnya tiga pekan berlalu, Ia duduk termenung di bangku jati yang sudah reyot itu. Menatap tajam matanya dengan tatapan yang kosong melukiskan kehampaan harapan. Seakan ada yang dilihatnya tapi tak dapat mengatakannya, diam dan membisu. Di guratan wajah tuanya terkadang mengalir butiran-butiran air mata dari kedua belah kelopak matanya.Bagaikan aliran air sungai mati yang mengalir perlahan seakan turut menahan kesedihan yang terpendam. Tak ingin kiranya bangku jati tua itu menjadi curahan cerita dan keluh kesah laki-laki itu. Bukan tak ingin dijadikan sandaran kesedihannya, namun mungkin tak kuat jua harus turut menampung segala kesedihan dan kepiluannya. Pada keinginannya itu bangku jati tua itu hanya mampu berderit-derit tatkala pindahan gerakan duduknya bergeser.
“Mengapa tak sekalian saja, kau ajak aku turut menyertaimu “, ucapnya lirih dalam hati. “ Tak sanggup aku rasanya menahan permasalahan ini seorang diri, wahai istriku “. Penyesalan itu terkadang mengetuk-ngetuk hati kecilnya. Dan hanya di dengar oleh kesunyian dan pandangan kosong dinding teras rumah yang kian kusam. Hari sebelumnya, hari ini, dan mungkin jua hari-hari berikutnya Ia akan seperti itu, termenung duduk dalam dekapan kesunyian dan kegelisahannya....
“Bremmm...,breemmm....,breemmm...!!!, deruan suara motor itu memecah keheningan malam yang sunyi.”, membuat terjaga segenap makhluk yang sudah terlelap tidurnya. Mimpi-mimpi indah hilang terpendar, mimpi-mimpi buruk lari meninggalkan tuannya. Dalam kegelapan malam dan biasan sinar lampu neon di depan terasnya masih menampakan wajah kekesalannya. Suara langkah sepatu pantopelnya juga kian menyemangatinya untuk tetap dengan kekesalannya.
“Pak..Pak...,Pak..!!!, “ nada dan intonasinya penuh penekanan, tak lagi ia pandang dan sadari waktu di sekelilingnya.
.”Tok..tok..tok..!!!,” suara ketukan pintu yang terdengar juga seperti hantaman palu tumpul. Kasar dan keras.
“Pak..Pak..Pak..!!!!,” kembali suara panggilan itu terdengar kian panjang teriakan suaranya kian meninggi. Ingin diketuknya pintu rumah itu kembali, terdengar engsel suara pintu dibuka.
“Ada apa lagi Kau kesini, kan sudah kukatakan berapa kali kepadamu, nanti kalau sudah ada pasti diberitahu,” ucapnya tanpa harus lagi sang tamu mendahului berucap.Belum lagi dijawab pertanyaan itu oleh tamunya.
Ia masih berucap, “ Pulang saja Kau Li.., percuma Kau datang malam ini.”Apapun yang ingin dikatakannya pastilah jawabnya sama seperti hari-hari sebelumnya saat Ia datang. Tiada urusan diijinkan untuk menjawab. Ia berujar, “Bapak gimana sih.! Janjinya seminggu, ini sudah tiga minggu, nggak ada juga realisasinya. Saya kan butuh sertifikat itu Pak untuk membayar hutang-hutang dan keperluan Saya. Apa Bapak tega melihat Saya dikejar-kejar terus menjadi buronan para debtcollector yang galak itu. Saya sih masih bisa menghadapinya Pak, tapi kan kasihan istri dan anak-anak Saya Pak..!”, ucapnya dengan nada kesal.
“ Terserah Kau saja Li.., Aku sudah mengatakannya padamu. Meskipun Kau memaksaku malam ini, percuma saja Kau Li.., Kau tidak akan mendapatkannya “, balasnya dengan nada datar penuh kepasrahan. Tamu itu pun pergi dengan kekesalan dan kalimat umpatan yang terbias suaranya oleh keraguan hati dan desiran angin malam sunyi.
**
Enam bulan yang lalu, istri Pak Tua itu masih hidup meskipun dengan dekapan penyakit tuanya ditemani dengan dua anak gadisnya, yang satu sudah menginjak masa pernikahan. Masih ada segenggam kemesraan yang terlihat. Ya..kemesraan keluarga yang sedikit dan terpendam dalam deraan persoalan-persoalan hidup. Rumah yang ditempatinya adalah rumah warisan dari orang tua si Pak Tua itu. Tidak begitu besar namun cukup memberikan keleluasaan bagi para penghuninya. Istrinya berumur usia senja yang memang gilirannya senantiasa sakit-sakitan, sakit darah tinggi, kencing manis, dan juga sakit encok. Sudah berobat dengan sekian banyak dokter dan rumah sakit, namun karena memang usianya yang sudah lanjut. Ia masih selalu terbaring sakit di tempat tidurnya. Meskipun terkadang masih mampu berjalan namun harus dituntun dan tertatih-tatih. Dan Ia memang telah pasrah pada sang maut jika sewaktu-waktu ingat akan jadwal penjemputannya.
Tak jauh berbeda dengan istrinya, Ia pun masuk kategori manusia usia senja. Ia takkan mau untuk menjawab pertanyaan orang-orang sekitarnya jika ditanya berapa usianya kini. Ia hanya mampu tersenyum getir dan sedikit menampakan keramahan. Dan orang-orang hanya dapat mengira-ngira bahwa usia Pak Tua itu sekitar enampuluhan atau tujuhpuluhan tahun. Perawakan mudanya dulu kata anak dan istrinya tegap dan gagah. Dan Ia dulu bekerja sebagai Kepala Bagian Personalia di sebuah perusahaan Kawasan Industri di daerah Cikarang. Lima tahun yang lalu Pak Tua itu pensiun dari pekerjaannya. Memasuki usia pensiunnya Ia tinggal dengan istri dan kedua anak perempuannya yang satu baru lulus Sekolah Menengah Ekonomi Atas bernama Asmiyati, sedangkan yang satunya lagi bernama Asmiyatun yang berusia lebih kurang tiga puluh dua tahun dan sudah setahun ini di PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, karena perusahaan tempatnya bekerja terkena imbas krisis global. Dan Ia baru bekerja selama setahun. Maklum banyak perusahaan sekarang yang memperkerjakan karyawan-karyawanya dengan sistem kerja kontrak dan terkadang juga sistem penggajiannya masih ditangani oleh yayasan penyalurnya. Sehingga saat di PHK tak begitu banyak uang pesangon yang Ia terima. Satu lagi anaknya laki-laki adalah yang tertua yang kini sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Anak pertamanya berumur tujuh tahun sedangkan anak keduanya masih berusia satu tahun. Sedangkan istrinya adalah hanya seorang ibu rumah tangga. Sajali, demikian Ia bernama berusia kira-kira tiga puluh tujuh tahun. Ia bekerja sebagai sopir di sebuah perusahaan yang berada di daerah kawasan industri Pulo Gadung dan masih bekerja dengan sistem kontrak kerja. Gajinya sebagai karyawan tidak tetap sudah tentu harus pandai-pandai setiap harinya mensiasati pengeluaran kebutuhan keuangan di rumah maupun kepentingannya. Dan masih pula terkadang Ia masih mengharapkan bantuan dan pinjaman uang dari orang tuanya. Tiada rasa malu Ia tampaknya, karena berpikiran bahwa Ia akan mewarisi paling banyak harta yang dimiliki oleh orang tuanya. Yang terpikir di benaknya hanya jatah warisan yang akan diterimanya, tanpa tiada lagi kepedulian terhadap kondisi dan permasalahan yang dialami oleh orang tua-nya. Kemiskinan terkadang membuat seseorang tak ingat akan hidupnya untuk orang lain bahkan mungkin orang tuanya sendiri.
***
Enam bulan yang lalu kejadiannya tatkala kedua anak gadisnya memiliki keperluan mendesak. Asmiyati dalam persiapan menghadapi kebutuhan keuangan untuk keperluan mengikuti ujian nasional dan ujian sekolah sedangkan yang satunya lagi Asmiyatun dalam keperluan untuk mempersiapkan pernikahannya. Rencananya setelah Asmiyati selesai sekolahnya Asmiyatun berencana akan melangsungkan pernikahan dengan pria idamanya. Sudah barang tentu banyak mempersiapkan dana yang tidak sedikit. Pensiunan Ayahnya tidak dapat diharapkannya karena telah habis ditelan usaha yang dilakukannya. Paling-paling dari uang hasilnya bekerja ditambah lagi yang paling pahit adalah mengharapkan orang tuanya untuk mau untuk menggadaikan sertifikat rumahnya sementara ini kepada kerabat Ayahnya.
Kenyataan yang terjadi akad dan acara pesta pernikahan itu gagal dilaksanakan karena dua hari sebelum pelaksanaan pernikahan bakal calon suaminya Asmiyatun tertangkap oleh polisi karena terlibat kasus penggelapan mobil perusahaan. Sehingga Ia dijebloskan ke dalam penjara. Sudah tentu masalah ini membuat Asmiyatun tak ingin melanjutkan pernikahannya begitu pula ibunya. Sedangkan dana yang dikeluarkan tiada berbekas. Asmiyati lulus sekolah dan langsung bekerja walaupun hanya sekedar menjadi penjaga toko.
Sertifikat rumah yang digadaikan kepada kerabat Ayahnya tidak jelas kini keberadaannya, oleh karena sertifikat rumah itu kini berada di pihak Bank Perkreditan Rakyat karena sudah diagunankan oleh kerabatnya itu. Dan kerabatnya itu kini tiada jelas keberadaanya, pergi dan hilang tanpa jejak pesan kepadanya dengan jumlah pinjaman ke Bank itu yang melebihi pinjaman kepada kerabatnya. Kini pihak Bank senantiasa menagih padanya sedangkan Ia tiada pula kesanggupan membayarnya. Bunga berbunga jangankan utang pokok terbayarkan malah bunga berbunganya saja tiada cukup pula Ia membayarnya. Dan kini ditambah pula persoalan dengan anak laki-lakinya yang kian hari kian menuntut untuk dipinjamkan sertifikat rumahnya untuk digadaikan karena keperluan mendesak biaya operasi anak bungsunya, bayaran sekolah anaknya, serta keperluan mengangsur cicilan rumahnya yang sudah lima bulan ini belum terbayarkan. Sehingga pihak Bank senantiasa datang menyampaikan peringatan kepadanya baik teguran lisan dan tertulis. Menurut kabarnya bulan ini jika tidak dilunasi pembayarannya rencananya rumah tersebut akan disita oleh Bank dan akan dilelang. Oleh karena itu Ia senantiasa bersikeras kepada Ayahnya untuk menebus sertifikat rumah itu dan menanyakan kepada kerabatnya yang menggadaikan sertifikat rumah itu untuk menyelesaikannya. Namun Pak Tua senantiasa menjanjikan kepada anaknya itu untuk bersabar hingga minggu depan. Dan ini sudah minggu ketiga Ia berjanji kepada anaknya yang tiada pula jangankan untuk menepati untuk menjanjikannya saja Ia tak mampu lagi berkata-kata.
“ Dosa dan kesalahan apa ya.. Tuhan yang Engkau azabkan kepadaku hingga persoalan ini kian datang bertubi-tubi menghantam pada fisik dan jiwa yang rapuh ini. Tiadakah ketidaksanggupanmu untuk membantuku barang sejenak mengatasi persoalan-persoalan ini. Apakah kini tak lagi Engkau menganggapku sebagai hamba-Mu dan makhluk ciptaan-Mu “, berujar Ia dalam hati dan terucap dalam do’a-do’a malamnya yang terkesan menggerutu pada Sang Penciptanya. Namun kian berat pula kiranya persoalan itu menyelimuti mungkin saja dengan kedatangan anak laki-lakinya semalam malah makin kian terpukul kesanggupannya menerima beban permasalahan yang tiada kunjung usai.
“ Bu...mengapa tiada pula engkau mengajakku menemui Sang Pencipta agar aku dapat lepas dari persoalan-persoalan ini. Tersenyum ataukah Kau menangis melihat kenyataanku menghadapi persoalan ini. Sungguh aku tak kuat lagi menanggung ini semua . Sedangkan harapan kepada anak-anak kita tiada lagi yang dapat diandalkan untuk turut membantu mengatasi persoalan ini ”, dalam hati kecilnya Ia berkata lirih dan menampung kegelisahan hati dan pikirannya yang kian membengkak menunggu tepat waktu klimaksnya.
****
Selepas waktu Isya’ sampai aku tiba di depan gang kompleks tempat tinggalku. Terlihat banyak orang berkerumun dibawah naungan tenda yang tiada begitu besar terikat di ujung batang pohon dekat portal masuk nampak bendera kuning dari kertas minyak. Sepintas dari pintu masuk gang bendera itu nampak tak terlihat karena kurangnya penyinaran lampu di sekelilingnya. Namun dari suasana yang terlihat olehku, menampakkan kejelasan bahwa sesuatu keadaan duka cita sedang terjadi. Ya duka cita kematian rpanya, karena biasanya terjadi bila ada bendera kuning terpasang. Siapa gerangan kiranya yang meninggal, pertanyaan itu memburuku untuk mendapatkan jawaban. Bergegas aku turun dari sepeda motorku, kumatikan mesinnya dan kutuntun melewati kerumunan orang-orang yang berkumpul itu.
“Siapa yang meninggal, Pak “, tanyaku pada seseorang yang kulewati.
“Pak Imron “, jawabnya kepadaku. Menurut ceritanya Ia meninggal mendadak, mungkin kena serangan jantung setelah tadi siang anaknya Sajali mengamuk meminta sertifikat rumah kepada orang tua itu. Karena tidak di kasih, karena memang tidak ada padanya, maka Sajali memberantakan perabotan isi rumah sambil memarahinya.
“Memang dasar anak kurang ajar si Sajali itu, bukannya turut prihatin dengan kondisi orang tuanya ini malah memarahinya “, sahut salah seorang tamu yang hadir disitu. Esoknya kemudian jasad orang tua itu dimakamkan. Tiada banyak sanak kerabatnya yang hadir, tak terkecuali si Sajali. Hanya anak perempuan pertamanya saja yang ada di sana. Sedangkan anak perempuan bungsunya juga tak terlihat. Kabarnya dalam perjalanan, karena memang Ia tinggal jauh bersama salah seorang kerabatnya.
*****
Pada malam-malam sesudahnya. Tak lagi aku melihat orang tua itu duduk bersandar di halaman teras rumahnya. Kadang aku terjaga di tengah malam, kuintip dari sudut jendela rumahku hanya kesunyian yang tergambar. Apakah di alam sana Ia masih sering duduk termenung memendam segala beban persoalannya ataukah mungkin Ia sekarang merasa bahagia. Karena tiada lagi persoalan yang membebaninya. Tenang dan damai bersama istrinya.
“ Ya Tuhan semoga saja Engkau mema’afkan atas segala dosa dan kesalahan-kesalahannya “, do’aku dalam hati. Dan semoga saja di hari tuaku kelak Aku tidak mengalaminya seperti yang terjadi pada Pak Tua itu. Dan jadikanlah anak-anakku menjadi anak yang senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya serta mudahkanlah segala urusanku. Amin. (Akhir Oktober 2009 )
Masih seperti hari kemarin dan hari-hari sebelumnya tiga pekan berlalu, Ia duduk termenung di bangku jati yang sudah reyot itu. Menatap tajam matanya dengan tatapan yang kosong melukiskan kehampaan harapan. Seakan ada yang dilihatnya tapi tak dapat mengatakannya, diam dan membisu. Di guratan wajah tuanya terkadang mengalir butiran-butiran air mata dari kedua belah kelopak matanya.Bagaikan aliran air sungai mati yang mengalir perlahan seakan turut menahan kesedihan yang terpendam. Tak ingin kiranya bangku jati tua itu menjadi curahan cerita dan keluh kesah laki-laki itu. Bukan tak ingin dijadikan sandaran kesedihannya, namun mungkin tak kuat jua harus turut menampung segala kesedihan dan kepiluannya. Pada keinginannya itu bangku jati tua itu hanya mampu berderit-derit tatkala pindahan gerakan duduknya bergeser.
“Mengapa tak sekalian saja, kau ajak aku turut menyertaimu “, ucapnya lirih dalam hati. “ Tak sanggup aku rasanya menahan permasalahan ini seorang diri, wahai istriku “. Penyesalan itu terkadang mengetuk-ngetuk hati kecilnya. Dan hanya di dengar oleh kesunyian dan pandangan kosong dinding teras rumah yang kian kusam. Hari sebelumnya, hari ini, dan mungkin jua hari-hari berikutnya Ia akan seperti itu, termenung duduk dalam dekapan kesunyian dan kegelisahannya....
“Bremmm...,breemmm....,breemmm...!!!, deruan suara motor itu memecah keheningan malam yang sunyi.”, membuat terjaga segenap makhluk yang sudah terlelap tidurnya. Mimpi-mimpi indah hilang terpendar, mimpi-mimpi buruk lari meninggalkan tuannya. Dalam kegelapan malam dan biasan sinar lampu neon di depan terasnya masih menampakan wajah kekesalannya. Suara langkah sepatu pantopelnya juga kian menyemangatinya untuk tetap dengan kekesalannya.
“Pak..Pak...,Pak..!!!, “ nada dan intonasinya penuh penekanan, tak lagi ia pandang dan sadari waktu di sekelilingnya.
.”Tok..tok..tok..!!!,” suara ketukan pintu yang terdengar juga seperti hantaman palu tumpul. Kasar dan keras.
“Pak..Pak..Pak..!!!!,” kembali suara panggilan itu terdengar kian panjang teriakan suaranya kian meninggi. Ingin diketuknya pintu rumah itu kembali, terdengar engsel suara pintu dibuka.
“Ada apa lagi Kau kesini, kan sudah kukatakan berapa kali kepadamu, nanti kalau sudah ada pasti diberitahu,” ucapnya tanpa harus lagi sang tamu mendahului berucap.Belum lagi dijawab pertanyaan itu oleh tamunya.
Ia masih berucap, “ Pulang saja Kau Li.., percuma Kau datang malam ini.”Apapun yang ingin dikatakannya pastilah jawabnya sama seperti hari-hari sebelumnya saat Ia datang. Tiada urusan diijinkan untuk menjawab. Ia berujar, “Bapak gimana sih.! Janjinya seminggu, ini sudah tiga minggu, nggak ada juga realisasinya. Saya kan butuh sertifikat itu Pak untuk membayar hutang-hutang dan keperluan Saya. Apa Bapak tega melihat Saya dikejar-kejar terus menjadi buronan para debtcollector yang galak itu. Saya sih masih bisa menghadapinya Pak, tapi kan kasihan istri dan anak-anak Saya Pak..!”, ucapnya dengan nada kesal.
“ Terserah Kau saja Li.., Aku sudah mengatakannya padamu. Meskipun Kau memaksaku malam ini, percuma saja Kau Li.., Kau tidak akan mendapatkannya “, balasnya dengan nada datar penuh kepasrahan. Tamu itu pun pergi dengan kekesalan dan kalimat umpatan yang terbias suaranya oleh keraguan hati dan desiran angin malam sunyi.
**
Enam bulan yang lalu, istri Pak Tua itu masih hidup meskipun dengan dekapan penyakit tuanya ditemani dengan dua anak gadisnya, yang satu sudah menginjak masa pernikahan. Masih ada segenggam kemesraan yang terlihat. Ya..kemesraan keluarga yang sedikit dan terpendam dalam deraan persoalan-persoalan hidup. Rumah yang ditempatinya adalah rumah warisan dari orang tua si Pak Tua itu. Tidak begitu besar namun cukup memberikan keleluasaan bagi para penghuninya. Istrinya berumur usia senja yang memang gilirannya senantiasa sakit-sakitan, sakit darah tinggi, kencing manis, dan juga sakit encok. Sudah berobat dengan sekian banyak dokter dan rumah sakit, namun karena memang usianya yang sudah lanjut. Ia masih selalu terbaring sakit di tempat tidurnya. Meskipun terkadang masih mampu berjalan namun harus dituntun dan tertatih-tatih. Dan Ia memang telah pasrah pada sang maut jika sewaktu-waktu ingat akan jadwal penjemputannya.
Tak jauh berbeda dengan istrinya, Ia pun masuk kategori manusia usia senja. Ia takkan mau untuk menjawab pertanyaan orang-orang sekitarnya jika ditanya berapa usianya kini. Ia hanya mampu tersenyum getir dan sedikit menampakan keramahan. Dan orang-orang hanya dapat mengira-ngira bahwa usia Pak Tua itu sekitar enampuluhan atau tujuhpuluhan tahun. Perawakan mudanya dulu kata anak dan istrinya tegap dan gagah. Dan Ia dulu bekerja sebagai Kepala Bagian Personalia di sebuah perusahaan Kawasan Industri di daerah Cikarang. Lima tahun yang lalu Pak Tua itu pensiun dari pekerjaannya. Memasuki usia pensiunnya Ia tinggal dengan istri dan kedua anak perempuannya yang satu baru lulus Sekolah Menengah Ekonomi Atas bernama Asmiyati, sedangkan yang satunya lagi bernama Asmiyatun yang berusia lebih kurang tiga puluh dua tahun dan sudah setahun ini di PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, karena perusahaan tempatnya bekerja terkena imbas krisis global. Dan Ia baru bekerja selama setahun. Maklum banyak perusahaan sekarang yang memperkerjakan karyawan-karyawanya dengan sistem kerja kontrak dan terkadang juga sistem penggajiannya masih ditangani oleh yayasan penyalurnya. Sehingga saat di PHK tak begitu banyak uang pesangon yang Ia terima. Satu lagi anaknya laki-laki adalah yang tertua yang kini sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Anak pertamanya berumur tujuh tahun sedangkan anak keduanya masih berusia satu tahun. Sedangkan istrinya adalah hanya seorang ibu rumah tangga. Sajali, demikian Ia bernama berusia kira-kira tiga puluh tujuh tahun. Ia bekerja sebagai sopir di sebuah perusahaan yang berada di daerah kawasan industri Pulo Gadung dan masih bekerja dengan sistem kontrak kerja. Gajinya sebagai karyawan tidak tetap sudah tentu harus pandai-pandai setiap harinya mensiasati pengeluaran kebutuhan keuangan di rumah maupun kepentingannya. Dan masih pula terkadang Ia masih mengharapkan bantuan dan pinjaman uang dari orang tuanya. Tiada rasa malu Ia tampaknya, karena berpikiran bahwa Ia akan mewarisi paling banyak harta yang dimiliki oleh orang tuanya. Yang terpikir di benaknya hanya jatah warisan yang akan diterimanya, tanpa tiada lagi kepedulian terhadap kondisi dan permasalahan yang dialami oleh orang tua-nya. Kemiskinan terkadang membuat seseorang tak ingat akan hidupnya untuk orang lain bahkan mungkin orang tuanya sendiri.
***
Enam bulan yang lalu kejadiannya tatkala kedua anak gadisnya memiliki keperluan mendesak. Asmiyati dalam persiapan menghadapi kebutuhan keuangan untuk keperluan mengikuti ujian nasional dan ujian sekolah sedangkan yang satunya lagi Asmiyatun dalam keperluan untuk mempersiapkan pernikahannya. Rencananya setelah Asmiyati selesai sekolahnya Asmiyatun berencana akan melangsungkan pernikahan dengan pria idamanya. Sudah barang tentu banyak mempersiapkan dana yang tidak sedikit. Pensiunan Ayahnya tidak dapat diharapkannya karena telah habis ditelan usaha yang dilakukannya. Paling-paling dari uang hasilnya bekerja ditambah lagi yang paling pahit adalah mengharapkan orang tuanya untuk mau untuk menggadaikan sertifikat rumahnya sementara ini kepada kerabat Ayahnya.
Kenyataan yang terjadi akad dan acara pesta pernikahan itu gagal dilaksanakan karena dua hari sebelum pelaksanaan pernikahan bakal calon suaminya Asmiyatun tertangkap oleh polisi karena terlibat kasus penggelapan mobil perusahaan. Sehingga Ia dijebloskan ke dalam penjara. Sudah tentu masalah ini membuat Asmiyatun tak ingin melanjutkan pernikahannya begitu pula ibunya. Sedangkan dana yang dikeluarkan tiada berbekas. Asmiyati lulus sekolah dan langsung bekerja walaupun hanya sekedar menjadi penjaga toko.
Sertifikat rumah yang digadaikan kepada kerabat Ayahnya tidak jelas kini keberadaannya, oleh karena sertifikat rumah itu kini berada di pihak Bank Perkreditan Rakyat karena sudah diagunankan oleh kerabatnya itu. Dan kerabatnya itu kini tiada jelas keberadaanya, pergi dan hilang tanpa jejak pesan kepadanya dengan jumlah pinjaman ke Bank itu yang melebihi pinjaman kepada kerabatnya. Kini pihak Bank senantiasa menagih padanya sedangkan Ia tiada pula kesanggupan membayarnya. Bunga berbunga jangankan utang pokok terbayarkan malah bunga berbunganya saja tiada cukup pula Ia membayarnya. Dan kini ditambah pula persoalan dengan anak laki-lakinya yang kian hari kian menuntut untuk dipinjamkan sertifikat rumahnya untuk digadaikan karena keperluan mendesak biaya operasi anak bungsunya, bayaran sekolah anaknya, serta keperluan mengangsur cicilan rumahnya yang sudah lima bulan ini belum terbayarkan. Sehingga pihak Bank senantiasa datang menyampaikan peringatan kepadanya baik teguran lisan dan tertulis. Menurut kabarnya bulan ini jika tidak dilunasi pembayarannya rencananya rumah tersebut akan disita oleh Bank dan akan dilelang. Oleh karena itu Ia senantiasa bersikeras kepada Ayahnya untuk menebus sertifikat rumah itu dan menanyakan kepada kerabatnya yang menggadaikan sertifikat rumah itu untuk menyelesaikannya. Namun Pak Tua senantiasa menjanjikan kepada anaknya itu untuk bersabar hingga minggu depan. Dan ini sudah minggu ketiga Ia berjanji kepada anaknya yang tiada pula jangankan untuk menepati untuk menjanjikannya saja Ia tak mampu lagi berkata-kata.
“ Dosa dan kesalahan apa ya.. Tuhan yang Engkau azabkan kepadaku hingga persoalan ini kian datang bertubi-tubi menghantam pada fisik dan jiwa yang rapuh ini. Tiadakah ketidaksanggupanmu untuk membantuku barang sejenak mengatasi persoalan-persoalan ini. Apakah kini tak lagi Engkau menganggapku sebagai hamba-Mu dan makhluk ciptaan-Mu “, berujar Ia dalam hati dan terucap dalam do’a-do’a malamnya yang terkesan menggerutu pada Sang Penciptanya. Namun kian berat pula kiranya persoalan itu menyelimuti mungkin saja dengan kedatangan anak laki-lakinya semalam malah makin kian terpukul kesanggupannya menerima beban permasalahan yang tiada kunjung usai.
“ Bu...mengapa tiada pula engkau mengajakku menemui Sang Pencipta agar aku dapat lepas dari persoalan-persoalan ini. Tersenyum ataukah Kau menangis melihat kenyataanku menghadapi persoalan ini. Sungguh aku tak kuat lagi menanggung ini semua . Sedangkan harapan kepada anak-anak kita tiada lagi yang dapat diandalkan untuk turut membantu mengatasi persoalan ini ”, dalam hati kecilnya Ia berkata lirih dan menampung kegelisahan hati dan pikirannya yang kian membengkak menunggu tepat waktu klimaksnya.
****
Selepas waktu Isya’ sampai aku tiba di depan gang kompleks tempat tinggalku. Terlihat banyak orang berkerumun dibawah naungan tenda yang tiada begitu besar terikat di ujung batang pohon dekat portal masuk nampak bendera kuning dari kertas minyak. Sepintas dari pintu masuk gang bendera itu nampak tak terlihat karena kurangnya penyinaran lampu di sekelilingnya. Namun dari suasana yang terlihat olehku, menampakkan kejelasan bahwa sesuatu keadaan duka cita sedang terjadi. Ya duka cita kematian rpanya, karena biasanya terjadi bila ada bendera kuning terpasang. Siapa gerangan kiranya yang meninggal, pertanyaan itu memburuku untuk mendapatkan jawaban. Bergegas aku turun dari sepeda motorku, kumatikan mesinnya dan kutuntun melewati kerumunan orang-orang yang berkumpul itu.
“Siapa yang meninggal, Pak “, tanyaku pada seseorang yang kulewati.
“Pak Imron “, jawabnya kepadaku. Menurut ceritanya Ia meninggal mendadak, mungkin kena serangan jantung setelah tadi siang anaknya Sajali mengamuk meminta sertifikat rumah kepada orang tua itu. Karena tidak di kasih, karena memang tidak ada padanya, maka Sajali memberantakan perabotan isi rumah sambil memarahinya.
“Memang dasar anak kurang ajar si Sajali itu, bukannya turut prihatin dengan kondisi orang tuanya ini malah memarahinya “, sahut salah seorang tamu yang hadir disitu. Esoknya kemudian jasad orang tua itu dimakamkan. Tiada banyak sanak kerabatnya yang hadir, tak terkecuali si Sajali. Hanya anak perempuan pertamanya saja yang ada di sana. Sedangkan anak perempuan bungsunya juga tak terlihat. Kabarnya dalam perjalanan, karena memang Ia tinggal jauh bersama salah seorang kerabatnya.
*****
Pada malam-malam sesudahnya. Tak lagi aku melihat orang tua itu duduk bersandar di halaman teras rumahnya. Kadang aku terjaga di tengah malam, kuintip dari sudut jendela rumahku hanya kesunyian yang tergambar. Apakah di alam sana Ia masih sering duduk termenung memendam segala beban persoalannya ataukah mungkin Ia sekarang merasa bahagia. Karena tiada lagi persoalan yang membebaninya. Tenang dan damai bersama istrinya.
“ Ya Tuhan semoga saja Engkau mema’afkan atas segala dosa dan kesalahan-kesalahannya “, do’aku dalam hati. Dan semoga saja di hari tuaku kelak Aku tidak mengalaminya seperti yang terjadi pada Pak Tua itu. Dan jadikanlah anak-anakku menjadi anak yang senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya serta mudahkanlah segala urusanku. Amin. (Akhir Oktober 2009 )
Fenomena Instan
FENOMENA INSTAN DUNIA PENDIDIKAN
Ada mie instan, ada minuman instan, dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan makanan menjadi serba jadi tidak lagi membutuhkan proses yang lama untuk disantap. Apa yang dinamakan instan, yaitu sesuatu yang siap saji, siap dimakan, siap dipakai, dan harus cepat jadi atau cepat beres, tanpa perlu membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan proses penyelesaiannya. Dengan segala kesibukan yang kian padat yang kian padat dan kepentingan yang kian mendesak, tuntutan pekerjaan dan sesuatu masalah yang harus diselesaikan sedemikian cepat maka tak heran kalau jaman sekarang disebut dengan ‘jaman instan’. Tidak perlu menunggu lama kalau dengan cara yang cepat bisa dicapai. Yang terkadang tidak perlu lagi dipertanyakan bagaimana cara yang cepat itu ?
Cara yang cepat dalam mempersiapkan sesuatu atau melakukan sesuatu, cenderung menjadi keinginan dan keharusan setiap orang. Tinggal bagaimana cara setiap orang itu mempersiapkan dan melakukan sesuatu yang serba cepat itu. Fokus masalahnya bila dicermati tak lain tergantung dari niat, kesempatan ( Situasi ), dan uang ( Kondisi/kelengkapan ). Orang bilang “ Time is Money “ dan “ Waktu adalah Uang “. Ada niat, ada kesempatan, dan ada uang apapun bisa dilakukan dan tidak dilakukan. Indikasinya dapat berkonotasi positif dan berkonotasi negatif. Namun tidak dipungkiri bahwa fenomena ‘ instan ‘ ini bila dikaitkan pada keinginan seseorang menyelesaikan sesuatu masalah atau pekerjaan itu dengan cara cepat dan tidak ingin repot biasanya lebih mengarah pada sisi konotasi negatif.
Fenomena ‘instan’ dalam kehidupan sosial ini sudah hampir menjadi virus yang menggerogoti sendi-sendi birokrasi dihampir tiap sudut-sudut persoalan dan dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini. Tidak terkecuali pada sisi dunia pendidikan kita, dapat saja kita sebutkan diantaranya, dalam hal proses penerimaan siswa baru, proses penyelenggaraan pendidikan, proses kelulusan, proses kepegawaian di lingkungan pendidikan dan yang lebih hangat lagi diantaranya proses sertifikasi tenaga pendidik. Mungkin juga masih banyak lagi hal-hal lain yang belum sempat teramati dan timbul ke permukaan. Bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar bila rakyatnya dapat menjadi manusia yang cerdas dan berproses sesuai dengan alur pertumbuhan perkembangan kecerdasannya. Dan bukan sekedar kecerdasan instan yang bernafaskan kolusi dan nepotisme.
Apa sudah demikian kuasa dan hebatnyanya manusia dalam mengolah pengetahuan dan teknologi, hingga segala yang diingininya semuanya tinggal pencet tombol saja atau menghalalkan segala cara yang penting tujuan tercapai. Sampai ada suatu teknologi yang memungkinkan manusia menciptakan manusia tanpa harus melalui kesesuaian kodratnya. Seperti halnya dalam dunia pendidikan proses menghasilkan siswa yang berkualitas harus dimulai dengan proses yang berkualitas terlebih dahulu tidak saja bagi tenaga pendidiknya namun juga bagi pengelola institusi pendidikan. Umpamanya kita menanam padi tentunya dari benih yang ditanam, diolah dahulu tanahnya, disemai benih padi, diari dan dipupuk serta dijaga pertumbuhannya agar tidak dimakan hama atau wereng dan diolah oleh tangan-tangan petani yang ikhlas dalam bekerja dan memang ahlinya. Hingga pada akhirnya akan tumbuh padi yang berisi butiran-butiran nasi yang sangat padat, lezat dan bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Begitu pula dengan proses pertumbuhan dan perkembangan anak manusia dalam dunia pendidikan tidak semata mengembangkan kecerdasan intelektualnya saja. Namun lebih dari itu diharapkan juga dalam dunia pendidikan akan dapat tumbuh dan berkembangnya kecerdasan mental spiritualnya para peserta didik, maka sudah semestinya bahwa proses yang diolah di dalam dunia pendidikan kita adalah memiliki sasaran dan tujuan menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang cerdas intelektualnya, memiliki keimanan dan ketaqwaan dan jiwa kebangsaan terhadap negara dan tanah airnya. Menjadi manusia seutuhnya yang dihasilkan oleh dunia pendidikan kita diharapkan memiliki prinsip hidup dalam iman dan ketaqwaannya, memahami jati dirinya untuk dapat berkarya dan berprestasi bagi bangsanya, memiliki jiwa kepribadian yang baik dan kuat dalam menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma kehidupan masyarakat dan berbangsa.
Apakah semuanya sudah demikian ? Sejauh ini segalanya masih berproses yang dipedomani oleh aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Badan Nasional Standar Pendidikan. Bagaimanapun juga situasi dan kondisi proses pendidikan yang berlangsung di sekolah-sekolah ataupun di lembaga-lembaga pendidikan tinggi kita selama ini masih cenderung fokus terhadap target pencapaian hasil dan bukan pada target pencapaian proses. Yang penting target pencapaian materi kurikulum selesai tanpa lagi harus mempedulikan apakah peserta didik tuntas dalam memahami materi pembelajaran atau belum. Ujian nasional yang menjadi dasar kelulusan peserta didik terkadang tidak lagi sekolah menekankan bagaimana peserta didiknya terbangun motivasi dan potensinya mempersiapkan ujian, tapi lebih pada penekanan mempersiapkan ‘tim sukses’. Sudah menjadi cerita dihampir sebagian besar siswa dan kita semua. Menjelang dan sewaktu pelaksanaan ujian, baik sifatnya reguler maupun nasional senantiasa terbersit pemikiran bagaimana cara mencontek atau mencari bocoran jawaban agar Saya bisa lulus dan mendapatkan nilai yang tinggi atau sekolah harus lulus seratus persen. Bukan lagi bagaimana siswa harus berusaha belajar dengan sebaik-baiknya agar soal-soal ujian yang dikerjakan dapat dengan mudah karena siswanya paham dan mengerti. Lebih ironis lagi budaya dan fenomena keburukan ini di dukung dan dibudidayakan oleh oknum-oknum yang mengatakan dirinya ‘ Tim Sukses ‘. Dan terkadang lagi bagi mereka yang tidak mendukung dan tidak turut melestarikan budaya yang demikian ini dianggap ‘krodit’ dan harus disingkirkan serta main tikam kepada mereka yang tidak menyukainya. Keberhasilan mensukseskan suatu pekerjaan walaupun dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik dan benar tetap menjadi kebanggaan di hampir sebagian besar kita dan mereka tak terkecuali dunia pendidikan kita. Lagi cerita dalam proses penerimaan siswa maupun mahasiswa baru, banyak permainan-permainan joki hadir di tengah-tengah kita. Dan kalau tidak tembus juga dengan terpaksa datang dengan kolusi dan nepotisme untuk dapat diterima. Begitu juga dengan proses penerimaan pegawai, kenaikan pangkat, bahkan mungkin sertifikasi masih banyak yang dilakukan dengan cara-cara instan dan jalan pintas. Karena memang terkadang untuk mengejar segalanya itu harus dapat tanpa harus keluar keringat.
Begitu pula dengan pelaksanaan sertifikasi guru yang terkadang penyusunan perencanaan dan dokumen pengajaran tidak lagi dipersiapkan sewaktu guru akan memulai mengajar namun lebih amat penting jika harus digunakan untuk kebutuhan portofolio sertifikasi. Mari sejenak kita berkaca pada diri sendiri agar kita dapat merefleksi segala ikhtiar dan ibadah kita menjadi lebih bijak dalam memahami dan memandang segala persoalan baik kekurangan maupun kelebihannya dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Pada dasarnya kita ingin menjadi lebih baik dari manusia yang lain, ingin menjadi hebat dari yang lain. Dan ingin menjadi berharga dibanding dengan yang lain. Tapi janganlah itu semua menjadikan kita dapat menghalalkan segala cara, mencari jalan pintas yang tidak sesuai dengan aturan permainannya yang pada akhirnya kita menjadi manusia yang pengecut, manusia kerdil, dan pecundang. Karena kita tidak mampu menghadapi kenyataan yang harus dijalaninya. Tidak berusaha kepada proses dan hanya kepada sasaran hasil semata. Dunia pendidikan adalah ujung tombak untuk maju dan berkembangnya suatu peradaban bangsa. Padanya akan menjadi lebih terhormat bila kualitas dan kuantitas yang dihasilkan olehnya benar-benar atas dasar perlakuan yang mesti dijalani, tidak melalui proses ‘instan’ apalagi ‘asal jadi’.
Untuk itu di genap usia bangsa kita yang ke enampuluh empat tahun merdeka serta dengan periodesasi kepemimpinan yang baru dan berawal mari kita merefleksi diri atas segala ketidakbaikan-ketidakbaikan yang menggerogoti eksistensi pribadi kita dan tanamkan kesucian dan keikhlasan pada hati kita yang paling dalam dan pastikan bahwa kita pun sanggup untuk menjadi manusia yang tidak saja dicintai oleh manusia lainnya tapi juga oleh Maha Penciptanya. Segala sesuatunya haruslah dilakukan dan diperoleh dengan proses kerja keras dan keyakinan yang mendalam untuk siap menghadapi segala cobaan dan tantangan. Karena hakikatnya ‘ HIDUP ADALAH PERBUATAN DAN HIDUP ADALAH IBADAH ‘ kepada Sang Khalik-Nya. Generasi muda adalah tonggak pondasi pembangunan bangsa, oleh karena itu jadilah generasi yang siap menghadapi tantangan dan cobaan jangan menjadi ‘generasi instan’ yang selalu mengeluh dalam menghadapi persoalan dan berbuat dengan menghalalkan segala cara dalam menyelesaikan persoalan. Bangsa kita adalah bangsa yang besar dan luhur, bukan bangsa mafia, dunia pendidikan adalah ruang lingkup kebenaran dan pencarian kebenaran namun bukan ‘ Pembenaran ‘. Kita harus yakin bahwa Tuhan Maha Mengetahui dan Maha Penyayang pada hamba-hambanya yang memelihara kesabaran dan ketaqwaannya. (Thanks untuk tim Redaksi Gema atas dimuatnya tulisan Saya ini).
Ada mie instan, ada minuman instan, dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan makanan menjadi serba jadi tidak lagi membutuhkan proses yang lama untuk disantap. Apa yang dinamakan instan, yaitu sesuatu yang siap saji, siap dimakan, siap dipakai, dan harus cepat jadi atau cepat beres, tanpa perlu membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan proses penyelesaiannya. Dengan segala kesibukan yang kian padat yang kian padat dan kepentingan yang kian mendesak, tuntutan pekerjaan dan sesuatu masalah yang harus diselesaikan sedemikian cepat maka tak heran kalau jaman sekarang disebut dengan ‘jaman instan’. Tidak perlu menunggu lama kalau dengan cara yang cepat bisa dicapai. Yang terkadang tidak perlu lagi dipertanyakan bagaimana cara yang cepat itu ?
Cara yang cepat dalam mempersiapkan sesuatu atau melakukan sesuatu, cenderung menjadi keinginan dan keharusan setiap orang. Tinggal bagaimana cara setiap orang itu mempersiapkan dan melakukan sesuatu yang serba cepat itu. Fokus masalahnya bila dicermati tak lain tergantung dari niat, kesempatan ( Situasi ), dan uang ( Kondisi/kelengkapan ). Orang bilang “ Time is Money “ dan “ Waktu adalah Uang “. Ada niat, ada kesempatan, dan ada uang apapun bisa dilakukan dan tidak dilakukan. Indikasinya dapat berkonotasi positif dan berkonotasi negatif. Namun tidak dipungkiri bahwa fenomena ‘ instan ‘ ini bila dikaitkan pada keinginan seseorang menyelesaikan sesuatu masalah atau pekerjaan itu dengan cara cepat dan tidak ingin repot biasanya lebih mengarah pada sisi konotasi negatif.
Fenomena ‘instan’ dalam kehidupan sosial ini sudah hampir menjadi virus yang menggerogoti sendi-sendi birokrasi dihampir tiap sudut-sudut persoalan dan dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini. Tidak terkecuali pada sisi dunia pendidikan kita, dapat saja kita sebutkan diantaranya, dalam hal proses penerimaan siswa baru, proses penyelenggaraan pendidikan, proses kelulusan, proses kepegawaian di lingkungan pendidikan dan yang lebih hangat lagi diantaranya proses sertifikasi tenaga pendidik. Mungkin juga masih banyak lagi hal-hal lain yang belum sempat teramati dan timbul ke permukaan. Bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar bila rakyatnya dapat menjadi manusia yang cerdas dan berproses sesuai dengan alur pertumbuhan perkembangan kecerdasannya. Dan bukan sekedar kecerdasan instan yang bernafaskan kolusi dan nepotisme.
Apa sudah demikian kuasa dan hebatnyanya manusia dalam mengolah pengetahuan dan teknologi, hingga segala yang diingininya semuanya tinggal pencet tombol saja atau menghalalkan segala cara yang penting tujuan tercapai. Sampai ada suatu teknologi yang memungkinkan manusia menciptakan manusia tanpa harus melalui kesesuaian kodratnya. Seperti halnya dalam dunia pendidikan proses menghasilkan siswa yang berkualitas harus dimulai dengan proses yang berkualitas terlebih dahulu tidak saja bagi tenaga pendidiknya namun juga bagi pengelola institusi pendidikan. Umpamanya kita menanam padi tentunya dari benih yang ditanam, diolah dahulu tanahnya, disemai benih padi, diari dan dipupuk serta dijaga pertumbuhannya agar tidak dimakan hama atau wereng dan diolah oleh tangan-tangan petani yang ikhlas dalam bekerja dan memang ahlinya. Hingga pada akhirnya akan tumbuh padi yang berisi butiran-butiran nasi yang sangat padat, lezat dan bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Begitu pula dengan proses pertumbuhan dan perkembangan anak manusia dalam dunia pendidikan tidak semata mengembangkan kecerdasan intelektualnya saja. Namun lebih dari itu diharapkan juga dalam dunia pendidikan akan dapat tumbuh dan berkembangnya kecerdasan mental spiritualnya para peserta didik, maka sudah semestinya bahwa proses yang diolah di dalam dunia pendidikan kita adalah memiliki sasaran dan tujuan menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang cerdas intelektualnya, memiliki keimanan dan ketaqwaan dan jiwa kebangsaan terhadap negara dan tanah airnya. Menjadi manusia seutuhnya yang dihasilkan oleh dunia pendidikan kita diharapkan memiliki prinsip hidup dalam iman dan ketaqwaannya, memahami jati dirinya untuk dapat berkarya dan berprestasi bagi bangsanya, memiliki jiwa kepribadian yang baik dan kuat dalam menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma kehidupan masyarakat dan berbangsa.
Apakah semuanya sudah demikian ? Sejauh ini segalanya masih berproses yang dipedomani oleh aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Badan Nasional Standar Pendidikan. Bagaimanapun juga situasi dan kondisi proses pendidikan yang berlangsung di sekolah-sekolah ataupun di lembaga-lembaga pendidikan tinggi kita selama ini masih cenderung fokus terhadap target pencapaian hasil dan bukan pada target pencapaian proses. Yang penting target pencapaian materi kurikulum selesai tanpa lagi harus mempedulikan apakah peserta didik tuntas dalam memahami materi pembelajaran atau belum. Ujian nasional yang menjadi dasar kelulusan peserta didik terkadang tidak lagi sekolah menekankan bagaimana peserta didiknya terbangun motivasi dan potensinya mempersiapkan ujian, tapi lebih pada penekanan mempersiapkan ‘tim sukses’. Sudah menjadi cerita dihampir sebagian besar siswa dan kita semua. Menjelang dan sewaktu pelaksanaan ujian, baik sifatnya reguler maupun nasional senantiasa terbersit pemikiran bagaimana cara mencontek atau mencari bocoran jawaban agar Saya bisa lulus dan mendapatkan nilai yang tinggi atau sekolah harus lulus seratus persen. Bukan lagi bagaimana siswa harus berusaha belajar dengan sebaik-baiknya agar soal-soal ujian yang dikerjakan dapat dengan mudah karena siswanya paham dan mengerti. Lebih ironis lagi budaya dan fenomena keburukan ini di dukung dan dibudidayakan oleh oknum-oknum yang mengatakan dirinya ‘ Tim Sukses ‘. Dan terkadang lagi bagi mereka yang tidak mendukung dan tidak turut melestarikan budaya yang demikian ini dianggap ‘krodit’ dan harus disingkirkan serta main tikam kepada mereka yang tidak menyukainya. Keberhasilan mensukseskan suatu pekerjaan walaupun dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik dan benar tetap menjadi kebanggaan di hampir sebagian besar kita dan mereka tak terkecuali dunia pendidikan kita. Lagi cerita dalam proses penerimaan siswa maupun mahasiswa baru, banyak permainan-permainan joki hadir di tengah-tengah kita. Dan kalau tidak tembus juga dengan terpaksa datang dengan kolusi dan nepotisme untuk dapat diterima. Begitu juga dengan proses penerimaan pegawai, kenaikan pangkat, bahkan mungkin sertifikasi masih banyak yang dilakukan dengan cara-cara instan dan jalan pintas. Karena memang terkadang untuk mengejar segalanya itu harus dapat tanpa harus keluar keringat.
Begitu pula dengan pelaksanaan sertifikasi guru yang terkadang penyusunan perencanaan dan dokumen pengajaran tidak lagi dipersiapkan sewaktu guru akan memulai mengajar namun lebih amat penting jika harus digunakan untuk kebutuhan portofolio sertifikasi. Mari sejenak kita berkaca pada diri sendiri agar kita dapat merefleksi segala ikhtiar dan ibadah kita menjadi lebih bijak dalam memahami dan memandang segala persoalan baik kekurangan maupun kelebihannya dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Pada dasarnya kita ingin menjadi lebih baik dari manusia yang lain, ingin menjadi hebat dari yang lain. Dan ingin menjadi berharga dibanding dengan yang lain. Tapi janganlah itu semua menjadikan kita dapat menghalalkan segala cara, mencari jalan pintas yang tidak sesuai dengan aturan permainannya yang pada akhirnya kita menjadi manusia yang pengecut, manusia kerdil, dan pecundang. Karena kita tidak mampu menghadapi kenyataan yang harus dijalaninya. Tidak berusaha kepada proses dan hanya kepada sasaran hasil semata. Dunia pendidikan adalah ujung tombak untuk maju dan berkembangnya suatu peradaban bangsa. Padanya akan menjadi lebih terhormat bila kualitas dan kuantitas yang dihasilkan olehnya benar-benar atas dasar perlakuan yang mesti dijalani, tidak melalui proses ‘instan’ apalagi ‘asal jadi’.
Untuk itu di genap usia bangsa kita yang ke enampuluh empat tahun merdeka serta dengan periodesasi kepemimpinan yang baru dan berawal mari kita merefleksi diri atas segala ketidakbaikan-ketidakbaikan yang menggerogoti eksistensi pribadi kita dan tanamkan kesucian dan keikhlasan pada hati kita yang paling dalam dan pastikan bahwa kita pun sanggup untuk menjadi manusia yang tidak saja dicintai oleh manusia lainnya tapi juga oleh Maha Penciptanya. Segala sesuatunya haruslah dilakukan dan diperoleh dengan proses kerja keras dan keyakinan yang mendalam untuk siap menghadapi segala cobaan dan tantangan. Karena hakikatnya ‘ HIDUP ADALAH PERBUATAN DAN HIDUP ADALAH IBADAH ‘ kepada Sang Khalik-Nya. Generasi muda adalah tonggak pondasi pembangunan bangsa, oleh karena itu jadilah generasi yang siap menghadapi tantangan dan cobaan jangan menjadi ‘generasi instan’ yang selalu mengeluh dalam menghadapi persoalan dan berbuat dengan menghalalkan segala cara dalam menyelesaikan persoalan. Bangsa kita adalah bangsa yang besar dan luhur, bukan bangsa mafia, dunia pendidikan adalah ruang lingkup kebenaran dan pencarian kebenaran namun bukan ‘ Pembenaran ‘. Kita harus yakin bahwa Tuhan Maha Mengetahui dan Maha Penyayang pada hamba-hambanya yang memelihara kesabaran dan ketaqwaannya. (Thanks untuk tim Redaksi Gema atas dimuatnya tulisan Saya ini).
Cakrawala
Cakrawala......
Dalam sebuah cerita konon kata teman, temannya saudaranya teman Saya bahwa di sekolahannya menjadi Guru Bersertifikasi lebih penting daripada jadi Guru Berprestasi. “ Lah koq gitu, sich “, tanyaku. Bukannya menjadi guru berprestasi dengan sendirinya, kan juga mudah untuk menjadi guru bersertifikasi. Dan juga menjadi guru bersertifikasi, kan juga harus menjadi guru berprestasi dahulu. Memang ada aturannya..!!! Ya tidak sich, tapi logikanya guru yang berprestasi pasti mendapat kesempatan untuk menjadi guru bersertifikasi. Tapi apa iya begitu...? Kenyataannya untuk menjadi guru berprestasi selalu berpedoman yang pertama siapa yang lebih tua, dan bukan siapa yang lebih dewasa atau berbakti. Memang lebih lama ia bekerja cenderung ia lebih lama berbakti atau mengabdi. Meskipun tidak dipungkiri bahwa lamanya ia eksis dalam institusi karena ketiduran atau banyak bisnis di luar.
Berprestasi dalam pengertiannya berarti banyak memberikan hal-hal yang bermanfaat, tidak saja bagi dirinya sendiri atau keluarganya namun juga bagi orang lain. Sedangkan bersertifikasi lebih cenderung konotasinya hanya bagi kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya saja. Teringat judul lagu “ Paman Doblang “ yang dinyanyikan oleh Iwan Fals dalam grupnya Kantata Taqwa bikinan lirik dari Rendra Si Burung Merak, yang bunyinya :
Kesadaran adalah matahari.....
Kesabaran adalah bumi......
Keberanian menjadi cakrawala......
Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.....
Keikhlasan adalah kualitas hati
Kejujuran adalah kualitas lisan
Kecerdasan adalah kualitas akal
Kesehatan adalah kualitas jasmani
Ketaqwaan adalah kualitas keimanan
Manusia adalah kualitas hamba terhadap khaliq-Nya....
Kesadaran mengartikan bahwa menjadi seorang guru ( pendidik ) atau menjadi seorang siswa adalah sebuah Kesadaran, bukan semata keterpaksaan atau karena tiada pilihan lain, maka padanya akan ada motivasi yang lahir dari dalam diri untuk niat dan kemauan. Dan untuk menjadi orang besar...
Menjadi seorang guru atau siswa adalah kesabaran. Kesabaran untuk membina dan mendidik calon generasi bangsa menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur, dan menjadi manusia yang berarti. Kesabaran menjadi siswa adalah kesabaran untuk meniti ilmu pengetahuan yang lebih baik dan lebih banyak bersabar dalam menjalankan amanah dari orang tua atau keluarga untuk menjadi hidup yang lebih baik bagi masa depan.
Keberanian menjadi cakrawala. Seorang guru adalah cakrawala bagi keluarga, anak didiknya, masyarakat dan bangsanya. Memberikan dan menciptakan keindahan manusia-manusia yang memiliki kebaikan fisik, mental, dan spritualnya. Nuansa keindahan akan tercipta kala ia menampakan diri dan kala ia meninggalkannya. Keberanian menjadi seorang siswa adalah keberanian untuk bertanya. Bertanya tentang apa yang ia tidak ketahui, dan bertanya tentang hakikat kebenaran dan kebaikan. Perjuangan menjadi seorang guru adalah pelaksanaan kata-kata, ia adalah digugu dan ditiru, padanya terletak segala keikhlasan dan pengorbanan. Kata-katanya adalah mutiara bagi hati dan jiwa para siswanya. Menjadi cerminan kehidupan masyarakatnya. Perjuangan menjadi siswa adalah pelaksanaan kata-kata kebenaran untuk melaksanakan dan mengubah hidup dan dunianya menjadi lebih baik. Dalam penggalian jiwa yang kian dalam, sudah semestinya kita menyadari bahwa hidup adalah perbuatan untuk mau dan mampu memiliki arti dan manfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, agama, dan tanah airnya. Malulah kita pada diri sendiri, sebelum kita merasa malu dihadapan keluarga apalagi di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, jika amanah atau kita yang sudah dianggap profesional dan berprestasi namun tiada hasil dalam bekerja apalagi memberi manfaat kepada orang lain. ( P. Sur )
Dalam sebuah cerita konon kata teman, temannya saudaranya teman Saya bahwa di sekolahannya menjadi Guru Bersertifikasi lebih penting daripada jadi Guru Berprestasi. “ Lah koq gitu, sich “, tanyaku. Bukannya menjadi guru berprestasi dengan sendirinya, kan juga mudah untuk menjadi guru bersertifikasi. Dan juga menjadi guru bersertifikasi, kan juga harus menjadi guru berprestasi dahulu. Memang ada aturannya..!!! Ya tidak sich, tapi logikanya guru yang berprestasi pasti mendapat kesempatan untuk menjadi guru bersertifikasi. Tapi apa iya begitu...? Kenyataannya untuk menjadi guru berprestasi selalu berpedoman yang pertama siapa yang lebih tua, dan bukan siapa yang lebih dewasa atau berbakti. Memang lebih lama ia bekerja cenderung ia lebih lama berbakti atau mengabdi. Meskipun tidak dipungkiri bahwa lamanya ia eksis dalam institusi karena ketiduran atau banyak bisnis di luar.
Berprestasi dalam pengertiannya berarti banyak memberikan hal-hal yang bermanfaat, tidak saja bagi dirinya sendiri atau keluarganya namun juga bagi orang lain. Sedangkan bersertifikasi lebih cenderung konotasinya hanya bagi kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya saja. Teringat judul lagu “ Paman Doblang “ yang dinyanyikan oleh Iwan Fals dalam grupnya Kantata Taqwa bikinan lirik dari Rendra Si Burung Merak, yang bunyinya :
Kesadaran adalah matahari.....
Kesabaran adalah bumi......
Keberanian menjadi cakrawala......
Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.....
Keikhlasan adalah kualitas hati
Kejujuran adalah kualitas lisan
Kecerdasan adalah kualitas akal
Kesehatan adalah kualitas jasmani
Ketaqwaan adalah kualitas keimanan
Manusia adalah kualitas hamba terhadap khaliq-Nya....
Kesadaran mengartikan bahwa menjadi seorang guru ( pendidik ) atau menjadi seorang siswa adalah sebuah Kesadaran, bukan semata keterpaksaan atau karena tiada pilihan lain, maka padanya akan ada motivasi yang lahir dari dalam diri untuk niat dan kemauan. Dan untuk menjadi orang besar...
Menjadi seorang guru atau siswa adalah kesabaran. Kesabaran untuk membina dan mendidik calon generasi bangsa menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur, dan menjadi manusia yang berarti. Kesabaran menjadi siswa adalah kesabaran untuk meniti ilmu pengetahuan yang lebih baik dan lebih banyak bersabar dalam menjalankan amanah dari orang tua atau keluarga untuk menjadi hidup yang lebih baik bagi masa depan.
Keberanian menjadi cakrawala. Seorang guru adalah cakrawala bagi keluarga, anak didiknya, masyarakat dan bangsanya. Memberikan dan menciptakan keindahan manusia-manusia yang memiliki kebaikan fisik, mental, dan spritualnya. Nuansa keindahan akan tercipta kala ia menampakan diri dan kala ia meninggalkannya. Keberanian menjadi seorang siswa adalah keberanian untuk bertanya. Bertanya tentang apa yang ia tidak ketahui, dan bertanya tentang hakikat kebenaran dan kebaikan. Perjuangan menjadi seorang guru adalah pelaksanaan kata-kata, ia adalah digugu dan ditiru, padanya terletak segala keikhlasan dan pengorbanan. Kata-katanya adalah mutiara bagi hati dan jiwa para siswanya. Menjadi cerminan kehidupan masyarakatnya. Perjuangan menjadi siswa adalah pelaksanaan kata-kata kebenaran untuk melaksanakan dan mengubah hidup dan dunianya menjadi lebih baik. Dalam penggalian jiwa yang kian dalam, sudah semestinya kita menyadari bahwa hidup adalah perbuatan untuk mau dan mampu memiliki arti dan manfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, agama, dan tanah airnya. Malulah kita pada diri sendiri, sebelum kita merasa malu dihadapan keluarga apalagi di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, jika amanah atau kita yang sudah dianggap profesional dan berprestasi namun tiada hasil dalam bekerja apalagi memberi manfaat kepada orang lain. ( P. Sur )
Instropeksi
Selalu Ada Jalan Keluar...!!!!
Di suatu pagi, mentari tampak meredupkan cahayanya, tak seperti biasanya yang selalu tersenyum lebar dan menebarkan aroma cahaya kecerahan pada setiap insan di muka bumi. Sementara di sebelah sanapun sang hujan mulai menggoda, mulai melambai-lambaikan godaan awan seolah mengejek sang mentari tuk mulai bersenda gurau, “pagi yang menyejukkan ..” guraunya. Sang mentaripun tersenyum simpul mendengar ejekan sang hujan, dengan lirihpun berucap, “wangi aroma cahayaku tak sirna oleh lambaian godaan awanmu….”. Sang hujanpun balas mengejek, “bagaimana mungkin engkau tak kan terhalang, sedang aroma cahayamu tak sampai di muka bumi ?”.
Sang mentari dengan tegas menjawab, “wangi aroma cahayaku akan selalu terpancar oleh hati-hati hamba yang beriman, walau mendung awan menyelemuti bumi mereka”. Mendengar jawaban demikian sang hujanpun berujar, “sungguh engkau telah benar !”.
Itulah sepenggal kalimat yang barangkali menjadi sebuah bahan inspirasi, bahwa pada dasarnya sinar cahaya akan selalu benderang menghiasi ruangan – ruangan hati hamba yang beriman. Sang cahaya tak hilang walau diterjang berbagai awan yang melintang, karena sesungguhnya awan itu hanyalah sebuah “sarana penegasan” untuk bisa melihat sang cahaya kembali.
Begitulah, kita hidup di dunia ini, terkadang karena berbagai problema hidup seolah menenggelamkan sumber cahaya abadi yang ada dalam hati ini, padahal justru karena problema hidup itu, “nilai” kita semakin teruji. Bagaimana mungkin kita bisa dibedakan dengan makhluk Allah yang lain, bila kita tidak pernah diuji.
Justru karena ujian, kita “dipaksa” untuk selalu mengasah akal dan fikiran kita. Justru karena ujian, kita selalu dan selalu melihat tanda -tanda kekuasaan Allah. Karena sesungguhnya bagi seorang mu’min “segalanya merupakan kebaikan”.
Dalam sebuah haditspun Rasulullah pernah bersabda, ” Sungguh unik perkara orang mukmin itu ! Semua perkaranya adalah baik. Jika mendapat kebaikan ia bersyukur, maka itu menjadi sebuah kebaikan baginya. Dan jika ditimpa musibah ia bersabar, maka itu juga menjadi sebuah kebaikan baginya. Dan ini hanya akan terjadi pada orang mukmin.”
Terkadang, saat kita mengalami sebuah persoalan ekonomi misalnya, begitu berat gundah gulana melanda fikiran kita, perasaan kita bahkan hati kita terasa kacau balau. Namun sadarkah kita, bahwa seberat apapun masalah yang kita hadapi “pasti” sesuai ukuran yang Allah berikan kepada kita. Ini yang harus senantiasa menjadi sebuah “keyakinan mutlak” dalam diri kita.
Sikap kita terhadap sebuah permasalahan, ternyata lebih penting dibanding masalah itu sendiri. Kita sadar di dunia ini tidak ada satupun manusia yang tidak mempunyai masalah, karena memang karena itulah manusia terlahir ke muka bumi, untuk merampungkan masalah. Melalui sebuah masalah, sungguh-sungguh nilai kita diuji oleh Allah. Akankah karena suatu masalah membawa kita semakin dekat kepada Allah ? atau malah mungkin semakin jauh dari bimbingan Allah ?
Tatkala karena suatu masalah menimpa kita, lalu setahap demi setahap semakin bisa melihat “betapa besar kekuasaan Allah”, maka insya Allah balasan dari Allah lebih besar dari masalah itu sendiri. Namun jika kita semakin membawa diri kepada sebuah kemalasan, kejenuhan, hilangnya motivasi diri…. jangan-jangan kita terbawa kepada sebuah “tipu daya” dari nafsu kita sendiri, yang pada akhirnya membawa kepada sebuah kesengsaraan hakiki.
Sikap kita bisa “selamat”, tatkala pada titik puncak “keyakinan hakiki” mengatakan bahwa, “tiada daya dan upaya kecuali karena Allah semata”, bukan karena fikiran kita, bukan karena strategi kita, bukan karena kelihaian lobby kita, bukan karena skill kita…. dan bla.. bla …… Tatkala kita “merasa” bisa mengatasi permasalahan namun dalam hati kita, berkata ” karena kemampuan fikiran saya” dan melupakan “pemberi” fikiran kita sendiri… maka sesungguhnya lambat laun tanpa sadar… kita terbawa pada arus “kesombongan diri”..”Na’udzubillah !!!!.
Maka, seandainya saja, kita sudah bisa melihat “rahasia” sebuah masalah, maka sungguh “penglihatan akan keagungan kekuasaan Allah semakin terbuka”. Yang terbuka oleh mata hati ini….. karena hati ini telah bisa melihat, maka pancaran cahayanyapun akan menyinari sang fikiran untuk berfikir lebih jernih… lebih terarah…, juga kan menyinari setiap langkah dan lintasan fikiran kita…. hingga “jalan keluarpun” akan diturunkan oleh “Sang Pemberi Cahaya”.
Dalam do’a Ibnu Athaillah, disebutkan, “Inilah aku mendekat pada-Mu dengan perantara kefakiranku (kebutuhanku) kepada-Mu, Dan bagaimana aku akan dapat berperantara kepada-Mu, dengan sesuatu yang mustahil akan dapat sampai kepada-Mu (yakni tidak ada perantara kepada Allah dengan sesuatu selain Allah). Dan bagaimana aku akan menyampaikan kepada-Mu keadaanku, padahal tidak tersembunyi daripada-Mu. Dan bagaimana akan saya jelaskan pada-Mu halku, sedang kata-kata itu pula daripada-Mu dan kembali kepada-Mu. Atau bagaimana akan kecewa harapanku, padahal telah datang menghadap kepada-Mu. Atau bagaimana tidak akan menjadi baik keadaanku, sedang ia berasal daripada-Mu dan kembali pula kepada-Mu.”
Wallahu a’lam
Di suatu pagi, mentari tampak meredupkan cahayanya, tak seperti biasanya yang selalu tersenyum lebar dan menebarkan aroma cahaya kecerahan pada setiap insan di muka bumi. Sementara di sebelah sanapun sang hujan mulai menggoda, mulai melambai-lambaikan godaan awan seolah mengejek sang mentari tuk mulai bersenda gurau, “pagi yang menyejukkan ..” guraunya. Sang mentaripun tersenyum simpul mendengar ejekan sang hujan, dengan lirihpun berucap, “wangi aroma cahayaku tak sirna oleh lambaian godaan awanmu….”. Sang hujanpun balas mengejek, “bagaimana mungkin engkau tak kan terhalang, sedang aroma cahayamu tak sampai di muka bumi ?”.
Sang mentari dengan tegas menjawab, “wangi aroma cahayaku akan selalu terpancar oleh hati-hati hamba yang beriman, walau mendung awan menyelemuti bumi mereka”. Mendengar jawaban demikian sang hujanpun berujar, “sungguh engkau telah benar !”.
Itulah sepenggal kalimat yang barangkali menjadi sebuah bahan inspirasi, bahwa pada dasarnya sinar cahaya akan selalu benderang menghiasi ruangan – ruangan hati hamba yang beriman. Sang cahaya tak hilang walau diterjang berbagai awan yang melintang, karena sesungguhnya awan itu hanyalah sebuah “sarana penegasan” untuk bisa melihat sang cahaya kembali.
Begitulah, kita hidup di dunia ini, terkadang karena berbagai problema hidup seolah menenggelamkan sumber cahaya abadi yang ada dalam hati ini, padahal justru karena problema hidup itu, “nilai” kita semakin teruji. Bagaimana mungkin kita bisa dibedakan dengan makhluk Allah yang lain, bila kita tidak pernah diuji.
Justru karena ujian, kita “dipaksa” untuk selalu mengasah akal dan fikiran kita. Justru karena ujian, kita selalu dan selalu melihat tanda -tanda kekuasaan Allah. Karena sesungguhnya bagi seorang mu’min “segalanya merupakan kebaikan”.
Dalam sebuah haditspun Rasulullah pernah bersabda, ” Sungguh unik perkara orang mukmin itu ! Semua perkaranya adalah baik. Jika mendapat kebaikan ia bersyukur, maka itu menjadi sebuah kebaikan baginya. Dan jika ditimpa musibah ia bersabar, maka itu juga menjadi sebuah kebaikan baginya. Dan ini hanya akan terjadi pada orang mukmin.”
Terkadang, saat kita mengalami sebuah persoalan ekonomi misalnya, begitu berat gundah gulana melanda fikiran kita, perasaan kita bahkan hati kita terasa kacau balau. Namun sadarkah kita, bahwa seberat apapun masalah yang kita hadapi “pasti” sesuai ukuran yang Allah berikan kepada kita. Ini yang harus senantiasa menjadi sebuah “keyakinan mutlak” dalam diri kita.
Sikap kita terhadap sebuah permasalahan, ternyata lebih penting dibanding masalah itu sendiri. Kita sadar di dunia ini tidak ada satupun manusia yang tidak mempunyai masalah, karena memang karena itulah manusia terlahir ke muka bumi, untuk merampungkan masalah. Melalui sebuah masalah, sungguh-sungguh nilai kita diuji oleh Allah. Akankah karena suatu masalah membawa kita semakin dekat kepada Allah ? atau malah mungkin semakin jauh dari bimbingan Allah ?
Tatkala karena suatu masalah menimpa kita, lalu setahap demi setahap semakin bisa melihat “betapa besar kekuasaan Allah”, maka insya Allah balasan dari Allah lebih besar dari masalah itu sendiri. Namun jika kita semakin membawa diri kepada sebuah kemalasan, kejenuhan, hilangnya motivasi diri…. jangan-jangan kita terbawa kepada sebuah “tipu daya” dari nafsu kita sendiri, yang pada akhirnya membawa kepada sebuah kesengsaraan hakiki.
Sikap kita bisa “selamat”, tatkala pada titik puncak “keyakinan hakiki” mengatakan bahwa, “tiada daya dan upaya kecuali karena Allah semata”, bukan karena fikiran kita, bukan karena strategi kita, bukan karena kelihaian lobby kita, bukan karena skill kita…. dan bla.. bla …… Tatkala kita “merasa” bisa mengatasi permasalahan namun dalam hati kita, berkata ” karena kemampuan fikiran saya” dan melupakan “pemberi” fikiran kita sendiri… maka sesungguhnya lambat laun tanpa sadar… kita terbawa pada arus “kesombongan diri”..”Na’udzubillah !!!!.
Maka, seandainya saja, kita sudah bisa melihat “rahasia” sebuah masalah, maka sungguh “penglihatan akan keagungan kekuasaan Allah semakin terbuka”. Yang terbuka oleh mata hati ini….. karena hati ini telah bisa melihat, maka pancaran cahayanyapun akan menyinari sang fikiran untuk berfikir lebih jernih… lebih terarah…, juga kan menyinari setiap langkah dan lintasan fikiran kita…. hingga “jalan keluarpun” akan diturunkan oleh “Sang Pemberi Cahaya”.
Dalam do’a Ibnu Athaillah, disebutkan, “Inilah aku mendekat pada-Mu dengan perantara kefakiranku (kebutuhanku) kepada-Mu, Dan bagaimana aku akan dapat berperantara kepada-Mu, dengan sesuatu yang mustahil akan dapat sampai kepada-Mu (yakni tidak ada perantara kepada Allah dengan sesuatu selain Allah). Dan bagaimana aku akan menyampaikan kepada-Mu keadaanku, padahal tidak tersembunyi daripada-Mu. Dan bagaimana akan saya jelaskan pada-Mu halku, sedang kata-kata itu pula daripada-Mu dan kembali kepada-Mu. Atau bagaimana akan kecewa harapanku, padahal telah datang menghadap kepada-Mu. Atau bagaimana tidak akan menjadi baik keadaanku, sedang ia berasal daripada-Mu dan kembali pula kepada-Mu.”
Wallahu a’lam
10 Penemuan
10 PENEMUAN YANG MENGUBAH
PERADABAN DUNIA
1.Telepon
Telepon adalah alat yang mengkonversi suara dan suara menjadi sinyal arus listrik untuk transmisi melalui kawat ke lokasi yang berbeda, di mana telepon penerima menangkap arus listrik tersebut dan diconvert utk bisa didengar oleh penerima telpon. Pada 1875, Alexander Graham Bell membangun telepon pertama yang berhasil mengkirimkan suara manusia lewat elektrik.
2. Komputer
Ada beberapa tonggak penting dalam sejarah komputer, dimulai dengan 1936, ketika Konrad Zuse membangun komputer pertama yg bebas bisa diprogram sendiri.
3. Televisi
Pada tahun 1884, Paul Nipkow mengirim gambar melalui kabel dengan menggunakan teknologi rotating disk logam dengan resolusi 18 baris. Televisi kemudian berkembang dengan dua cara, mekanis berdasarkan Nipkow yg mengunakan disk berputas, dan elektronik berdasarkan sinar katoda tabung. Amerika Charles Jenkins dan orang Skotlandia John Baird mengikuti model mekanik sedangkan Philo Farnsworth, bekerja secara independen di San Francisco, dan Rusia Vladimir emigran Zworkin, Westinghouse untuk bekerja dan kemudian RCA, melanjutkan yang model elektronik.
4. Mobil
Di 1769, kendaraan pertama yg maju bergerak sendiri di jalan ditemukan oleh montir Perancis, Nicolas Joseph Cugnot, yang menggunakan tenaga uap mesin. Dalam 1885, Karl Benz merancang dan membangun pertama otomotif yg praktis dan menggunakan sebuah mesin internal-combustion. di 1885, Gottlieb Daimler mengambil sebuah mesin pembakaran internal langkah selanjutnya dan mematenkan yang diakui sebagai prototipe dari mesin yang modern bensin dan kemudian membangun kendaraan bermotor roda empat pertama didunia.
5. The Cotton Gin
Eli Whitney paten yang cottong gin pada 14 Maret 1794. The cotton gin is a machine that separates seeds, hulls and other unwanted materials from cotton after it has been picked. Cotton gin adalah alata yang merupakan mesin untuk memisahkan biji-bijian, dan lainnya yang tidak diinginkan hulls untuk menghasilkan bahan katun.
6. Kamera
Di 1814, Yusuf Nicéphore Niépce menciptakan foto pertama gambar dengan kamera obscura, namun gambar diperlukan delapan jam terang eksposur dan lama kelamaan photonya menghilang. Louis-Jacques-Mandé Daguerre adalah dianggap sebagai penemu pertama yang praktis dalam proses fotografi 1837.
7. Mesin uap
Thomas Savery militer Inggris adalah seorang insinyur dan penemu yang mematenkan mesin uap crude pertama pada 1698. Thomas Newcomen invented the atmospheric mesin uap di 1712. James Watt Newcomen meningkatkan desain dan invented apa yang dianggap modern mesin uap pertama di 1765.
8. Mesin Jahit
Yang pertama menemukan mesin jahit fungsional adalah penjahit Perancis, Barthélemy Thimonnier, pada 1830. Dalam 1834, Walter Hunt Amerika yg membangun pertama (agak) berhasil mesin jahit. Elias Howe yang mematenkan mesin jahit pertama lockstitch di 1846. Isaac Singer yang invented gerakan atas dan bawah mekanisme. Di 1857, James Gibbs mematenkan rantai-stitch-thread tunggal mesin jahit pertama. Helen Augusta Blanchard memateni mesin jahit pertama zig-zag jahitan di 1873.
9. Lampu Pijar
Bertentangan dengan kepercayaan, Thomas Alva Edison tidak “invent” lampu bohlam, tetapi ia memperbaiki gagasan 50 tahun terdahulu. Dalam 1809, Humphry Davy, seorang ahli kimia Inggris, invented pertama lampu listrik. Dalam 1878, Sir Joseph Wilson Swan, seorang ahli fisika Inggris, adalah orang pertama yang menemukan yang praktis dan kekal lagi-eclectic lightbulb (13,5 jam) dengan kawat pijar serat karbon. Dalam 1879, Thomas Alva Edison invented karbon sebuah kawat halus yang dibakar untuk empat puluh hari.
10. Penisilin
Penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming pada 1928. Andrew Moyer paten metode pertama dari industri produksi penisilin di 1948.
PERADABAN DUNIA
1.Telepon
Telepon adalah alat yang mengkonversi suara dan suara menjadi sinyal arus listrik untuk transmisi melalui kawat ke lokasi yang berbeda, di mana telepon penerima menangkap arus listrik tersebut dan diconvert utk bisa didengar oleh penerima telpon. Pada 1875, Alexander Graham Bell membangun telepon pertama yang berhasil mengkirimkan suara manusia lewat elektrik.
2. Komputer
Ada beberapa tonggak penting dalam sejarah komputer, dimulai dengan 1936, ketika Konrad Zuse membangun komputer pertama yg bebas bisa diprogram sendiri.
3. Televisi
Pada tahun 1884, Paul Nipkow mengirim gambar melalui kabel dengan menggunakan teknologi rotating disk logam dengan resolusi 18 baris. Televisi kemudian berkembang dengan dua cara, mekanis berdasarkan Nipkow yg mengunakan disk berputas, dan elektronik berdasarkan sinar katoda tabung. Amerika Charles Jenkins dan orang Skotlandia John Baird mengikuti model mekanik sedangkan Philo Farnsworth, bekerja secara independen di San Francisco, dan Rusia Vladimir emigran Zworkin, Westinghouse untuk bekerja dan kemudian RCA, melanjutkan yang model elektronik.
4. Mobil
Di 1769, kendaraan pertama yg maju bergerak sendiri di jalan ditemukan oleh montir Perancis, Nicolas Joseph Cugnot, yang menggunakan tenaga uap mesin. Dalam 1885, Karl Benz merancang dan membangun pertama otomotif yg praktis dan menggunakan sebuah mesin internal-combustion. di 1885, Gottlieb Daimler mengambil sebuah mesin pembakaran internal langkah selanjutnya dan mematenkan yang diakui sebagai prototipe dari mesin yang modern bensin dan kemudian membangun kendaraan bermotor roda empat pertama didunia.
5. The Cotton Gin
Eli Whitney paten yang cottong gin pada 14 Maret 1794. The cotton gin is a machine that separates seeds, hulls and other unwanted materials from cotton after it has been picked. Cotton gin adalah alata yang merupakan mesin untuk memisahkan biji-bijian, dan lainnya yang tidak diinginkan hulls untuk menghasilkan bahan katun.
6. Kamera
Di 1814, Yusuf Nicéphore Niépce menciptakan foto pertama gambar dengan kamera obscura, namun gambar diperlukan delapan jam terang eksposur dan lama kelamaan photonya menghilang. Louis-Jacques-Mandé Daguerre adalah dianggap sebagai penemu pertama yang praktis dalam proses fotografi 1837.
7. Mesin uap
Thomas Savery militer Inggris adalah seorang insinyur dan penemu yang mematenkan mesin uap crude pertama pada 1698. Thomas Newcomen invented the atmospheric mesin uap di 1712. James Watt Newcomen meningkatkan desain dan invented apa yang dianggap modern mesin uap pertama di 1765.
8. Mesin Jahit
Yang pertama menemukan mesin jahit fungsional adalah penjahit Perancis, Barthélemy Thimonnier, pada 1830. Dalam 1834, Walter Hunt Amerika yg membangun pertama (agak) berhasil mesin jahit. Elias Howe yang mematenkan mesin jahit pertama lockstitch di 1846. Isaac Singer yang invented gerakan atas dan bawah mekanisme. Di 1857, James Gibbs mematenkan rantai-stitch-thread tunggal mesin jahit pertama. Helen Augusta Blanchard memateni mesin jahit pertama zig-zag jahitan di 1873.
9. Lampu Pijar
Bertentangan dengan kepercayaan, Thomas Alva Edison tidak “invent” lampu bohlam, tetapi ia memperbaiki gagasan 50 tahun terdahulu. Dalam 1809, Humphry Davy, seorang ahli kimia Inggris, invented pertama lampu listrik. Dalam 1878, Sir Joseph Wilson Swan, seorang ahli fisika Inggris, adalah orang pertama yang menemukan yang praktis dan kekal lagi-eclectic lightbulb (13,5 jam) dengan kawat pijar serat karbon. Dalam 1879, Thomas Alva Edison invented karbon sebuah kawat halus yang dibakar untuk empat puluh hari.
10. Penisilin
Penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming pada 1928. Andrew Moyer paten metode pertama dari industri produksi penisilin di 1948.
Perenungan
Refleksi...
Beberapa waktu yang lalu kita baru saja usai melaksanakan dan menjalankan amanat Ujian Kompetensi, Ujian Nasional, dan Ujian Sekolah. Di satu sisi kita merasa lega, hilang rasa lelah menunggu datangnya pelaksanaan ujian itu. Segala cara ( yang positif ) dan upaya kita lakukan agar apa yang menjadi harapan kita semua dapat memberikan Hasil Yang Optimal. Di sisi lain penantian juga masih berharap terhadap Hasil Yang Diperoleh Nantinya, yaitu Kelulusan 100%.
Tolak ukur dan barometer pelaksanaan pembelajaran yang telah kita laksanakan selama lebih kurang tiga tahun kemarin, akankah memberikan hasil yang positif bagi para anak didik kita. Orang Tua / Wali Siswa sepenuhnya membebankan amanat kepada sekolah untuk mendidik dan melatih putranya menjadi lebih berkompeten baik di segi unsur pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Sejauh inipun sekolah (Bapak/Ibu Guru ) semaksimal mungkin telah melakukan apa yang terbaik bagi para siswa. Namun keberhasilan suatu pendidikan bagi para siswa tidak terlepas dari keterlibatan dan kepedulian diantara keduanya, yaitu sekolah, orang tua/wali siswa dan didukung oleh instansi-instansi yang lain.
Keberhasilan dalam penyelenggaraan Ujian Nasional,baik dari segi persiapan, proses, maupun hasilnya adalah kondisi strategis bagi sekolah dimata masyarakat maupun pemerintah. Oleh karenanya suatu hal yang nyata bagi kita untuk berharap bahwa apa yang kita lakukan dalam persiapa,proses, maupun hasilnya mendapatkan hasil yang lebih baik. Dan kita tidak akan berandai-andai dengan kata “ Seandainya tidak, bagaimana....?”.
Berbeda dengan tahun kemarin pelaksanaan Ujian Nasional Kali ini terasa lebih cepat, bergerak menghitung hari, meramal nasib LULUS atau TIDAK. Tentunya dengan keterbatasan waktu yang kita miliki di semester genap juga sedikitnya akan memberikan bekal persiapan yang kurang cukup dan kurang matang, meskipun untuk Ujian Nasional kali ini tidak akan ada Ujian Ulang.
Menunggu hasil yang akan diumumkan pada tanggal 16 Mei 2011 mendatang, marilah kita bersama-sama berdoa dan memohon kemurahan dari Tuhan Yang Maha Esa, bahwa hasil dan harapan yang kita inginkan dapat benar-benar dikabulkan-Nya.
Terima kasih kepada para teman-teman guru, khususnya guru pengajar PM, panitia UN/US 2011 dan manajemen sekolah atas segala upaya dan usaha yang telah dilakukan dalam memenuhi harapan kelulusan 100%. Dan tak lupa juga ucapan terima kasih dan penghargaan dari sekolah kepada para siswa, orang tua/wali siswa, instansi dunia usaha dan dunia indsutri, dan pihak-pihak terkait yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu kesuksesan penyelenggaraan Ujian Nasional dan Ujian Sekolah Tahun 2011. Akhir kata semoga harapan dan do’a kita tidak terlalu mustahil untuk Diizabah. Amin. ( P. Sur )
Beberapa waktu yang lalu kita baru saja usai melaksanakan dan menjalankan amanat Ujian Kompetensi, Ujian Nasional, dan Ujian Sekolah. Di satu sisi kita merasa lega, hilang rasa lelah menunggu datangnya pelaksanaan ujian itu. Segala cara ( yang positif ) dan upaya kita lakukan agar apa yang menjadi harapan kita semua dapat memberikan Hasil Yang Optimal. Di sisi lain penantian juga masih berharap terhadap Hasil Yang Diperoleh Nantinya, yaitu Kelulusan 100%.
Tolak ukur dan barometer pelaksanaan pembelajaran yang telah kita laksanakan selama lebih kurang tiga tahun kemarin, akankah memberikan hasil yang positif bagi para anak didik kita. Orang Tua / Wali Siswa sepenuhnya membebankan amanat kepada sekolah untuk mendidik dan melatih putranya menjadi lebih berkompeten baik di segi unsur pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Sejauh inipun sekolah (Bapak/Ibu Guru ) semaksimal mungkin telah melakukan apa yang terbaik bagi para siswa. Namun keberhasilan suatu pendidikan bagi para siswa tidak terlepas dari keterlibatan dan kepedulian diantara keduanya, yaitu sekolah, orang tua/wali siswa dan didukung oleh instansi-instansi yang lain.
Keberhasilan dalam penyelenggaraan Ujian Nasional,baik dari segi persiapan, proses, maupun hasilnya adalah kondisi strategis bagi sekolah dimata masyarakat maupun pemerintah. Oleh karenanya suatu hal yang nyata bagi kita untuk berharap bahwa apa yang kita lakukan dalam persiapa,proses, maupun hasilnya mendapatkan hasil yang lebih baik. Dan kita tidak akan berandai-andai dengan kata “ Seandainya tidak, bagaimana....?”.
Berbeda dengan tahun kemarin pelaksanaan Ujian Nasional Kali ini terasa lebih cepat, bergerak menghitung hari, meramal nasib LULUS atau TIDAK. Tentunya dengan keterbatasan waktu yang kita miliki di semester genap juga sedikitnya akan memberikan bekal persiapan yang kurang cukup dan kurang matang, meskipun untuk Ujian Nasional kali ini tidak akan ada Ujian Ulang.
Menunggu hasil yang akan diumumkan pada tanggal 16 Mei 2011 mendatang, marilah kita bersama-sama berdoa dan memohon kemurahan dari Tuhan Yang Maha Esa, bahwa hasil dan harapan yang kita inginkan dapat benar-benar dikabulkan-Nya.
Terima kasih kepada para teman-teman guru, khususnya guru pengajar PM, panitia UN/US 2011 dan manajemen sekolah atas segala upaya dan usaha yang telah dilakukan dalam memenuhi harapan kelulusan 100%. Dan tak lupa juga ucapan terima kasih dan penghargaan dari sekolah kepada para siswa, orang tua/wali siswa, instansi dunia usaha dan dunia indsutri, dan pihak-pihak terkait yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu kesuksesan penyelenggaraan Ujian Nasional dan Ujian Sekolah Tahun 2011. Akhir kata semoga harapan dan do’a kita tidak terlalu mustahil untuk Diizabah. Amin. ( P. Sur )
LDK 54
MELALUI DK SMK NEGERI 54 JAKARTA
MEMBANGUN KUALITAS DASAR KEPEMIMPINAN SISWANYA
Siswa adalah aset sumberdaya manusia yang diharapkan ke depan dapat meneruskan eksistensi pembangunan suatu bangsa. Padanya tongkat kepemimpinan akan dilanjutkan, dan maju tidaknya suatu bangsa tergantung bagaimana pembinaannya berjalan dengan baik dan benar sesuai aturan dan norma-norma hukum yang berlaku. Jiwa kepemimpinan siswa perlu dibangun sejak dini agar kualitas dasar kepemimpinannya dapat berkembang secara positif dan aktif di lingkungannya.
Setiap kita adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan setiap manusia yang memiliki potensi positif menginginkan dirinya menjadi seorang pemimpin. Untuk itu menjadi seorang pemimpin haruslah mengetahui ilmu tentang kepemimpinan. SMK Negeri 54 Jakarta melalui program kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) melaksanakan kegiatan ini yang bertujuan untuk membangun kualitas dasar kepemimpinan siswa yang mencakup komponen pembinaan intelektual (berpikir kritis dan analisis), pembinaan mental (memiliki rasa percaya diri, dan segala sifat yang positif), pembinaan spiritual (Beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya), dan pembinaan fisik (sehat jasmani).
Pelaksanaan LDKyang diselenggarakan di Bumi Perkemahan Pramuka – Cibubur- Jawa Barat ini diikuti oleh sekitar 80 siswa yang terdiri dari pengurus kelas, pengurus OSIS, siswa berprestasi, dan juga siswa yang bermasalah. “ Ini memang digabungkan dengan harapan nantinya siswa yang sudah baik menjadi lebih baik. Dan siswa yang kurang baik menjadi baik “, Ungkap Drs. Iswandy, Kepala SMK Negeri 54 Jakarta. Dalam kegiatan ini diharapkan dari 80 siswa ini akan mampu memberikan warna yang positif baik dalam hal kedisiplinan maupun motivasi dalam belajar bagi sekitar 532 siswa yang lain.
Pelaksanaan LDK ini dibimbing oleh beberapa orang guru pembina OSIS dan pembina pramuka.”Keterlibatan guru dan pembina pramuka (ekskul) ini diharapkan untuk lebih meningkatkan kepedulian guru dalam turut melakukan pembinaan terhadap para siswa “, ujar Drs. Heman Mandraharja, Waka Kesiswaan. Durasi waktu yang relatif singkat selama 2 hari ini, yaitu tanggal 23-24 Oktober 2009 memang tidak memungkinkan untuk memberikan materi yang begitu banyak, namun setidaknya mampu membangun dan membangkitkan keinginan siswa untuk berlaku menjadi lebih baik.
Suryanto, S.Pd selaku Waka Kurikulum juga menyampaikan, “Bahwa sedikitnya waktu yang diberikan memang tidak sepenuhnya materi akan lebih banyak terserap, namun setidaknya dapat menjadikan suatu motivasi dan pengenalan bagi para siswa untuk mengetahui dasar kepemimpinan “. Adapun materi yang diberikan dalam kegiatan LDK, diantaranya tentang motivasi, dasar jurnalistik, bimbingan karier, spiritual building, dasar kepemimpinan, dan outbound. Akhir acara Pembina OSIS melantik ke 80 siswa sebagai peserta yang lulus LDK di lokasi outbound. (Prap.)
MEMBANGUN KUALITAS DASAR KEPEMIMPINAN SISWANYA
Siswa adalah aset sumberdaya manusia yang diharapkan ke depan dapat meneruskan eksistensi pembangunan suatu bangsa. Padanya tongkat kepemimpinan akan dilanjutkan, dan maju tidaknya suatu bangsa tergantung bagaimana pembinaannya berjalan dengan baik dan benar sesuai aturan dan norma-norma hukum yang berlaku. Jiwa kepemimpinan siswa perlu dibangun sejak dini agar kualitas dasar kepemimpinannya dapat berkembang secara positif dan aktif di lingkungannya.
Setiap kita adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan setiap manusia yang memiliki potensi positif menginginkan dirinya menjadi seorang pemimpin. Untuk itu menjadi seorang pemimpin haruslah mengetahui ilmu tentang kepemimpinan. SMK Negeri 54 Jakarta melalui program kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) melaksanakan kegiatan ini yang bertujuan untuk membangun kualitas dasar kepemimpinan siswa yang mencakup komponen pembinaan intelektual (berpikir kritis dan analisis), pembinaan mental (memiliki rasa percaya diri, dan segala sifat yang positif), pembinaan spiritual (Beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya), dan pembinaan fisik (sehat jasmani).
Pelaksanaan LDKyang diselenggarakan di Bumi Perkemahan Pramuka – Cibubur- Jawa Barat ini diikuti oleh sekitar 80 siswa yang terdiri dari pengurus kelas, pengurus OSIS, siswa berprestasi, dan juga siswa yang bermasalah. “ Ini memang digabungkan dengan harapan nantinya siswa yang sudah baik menjadi lebih baik. Dan siswa yang kurang baik menjadi baik “, Ungkap Drs. Iswandy, Kepala SMK Negeri 54 Jakarta. Dalam kegiatan ini diharapkan dari 80 siswa ini akan mampu memberikan warna yang positif baik dalam hal kedisiplinan maupun motivasi dalam belajar bagi sekitar 532 siswa yang lain.
Pelaksanaan LDK ini dibimbing oleh beberapa orang guru pembina OSIS dan pembina pramuka.”Keterlibatan guru dan pembina pramuka (ekskul) ini diharapkan untuk lebih meningkatkan kepedulian guru dalam turut melakukan pembinaan terhadap para siswa “, ujar Drs. Heman Mandraharja, Waka Kesiswaan. Durasi waktu yang relatif singkat selama 2 hari ini, yaitu tanggal 23-24 Oktober 2009 memang tidak memungkinkan untuk memberikan materi yang begitu banyak, namun setidaknya mampu membangun dan membangkitkan keinginan siswa untuk berlaku menjadi lebih baik.
Suryanto, S.Pd selaku Waka Kurikulum juga menyampaikan, “Bahwa sedikitnya waktu yang diberikan memang tidak sepenuhnya materi akan lebih banyak terserap, namun setidaknya dapat menjadikan suatu motivasi dan pengenalan bagi para siswa untuk mengetahui dasar kepemimpinan “. Adapun materi yang diberikan dalam kegiatan LDK, diantaranya tentang motivasi, dasar jurnalistik, bimbingan karier, spiritual building, dasar kepemimpinan, dan outbound. Akhir acara Pembina OSIS melantik ke 80 siswa sebagai peserta yang lulus LDK di lokasi outbound. (Prap.)
Jambore 54
Membina Peran Serta Pelajar Dalam Meningkatkan
Kepedulian Terhadap Lingkungan Hidup
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan diri pada seseorang atas tiga aspek dalam kehidupannya, yakni pandangan hidup, sikap dan keterampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan di luar sekolah, meski telah memiliki rencana dan program namun pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang lebih fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Sedangkan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara informal tanpa tujuan yang dirumuskan secara baku dan tertulis.
Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut, maka sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan (encultural), suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu. Konsekuensi dari pernyataan ini, maka praktik pendidikan harus sesuai dengan budaya masyarakat.
Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemampuan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Terkait dengan konsep itu, maka perlunya penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah menjadi wadah pendidikan dalam mengembangkan dan membangun potensi yang dimiliki oleh para siswa, salah satunya membina kecintaannya terhadap lingkungan hidup.
Selama tiga hari ( Jum;at – Minggu ), tanggal 29, 30, dan 31 Januari 2010, para siswa yang terdiri dari 17 siswa peserta ekstrakurikuler Paskibra dan 9 siswa pramuka terpilih, secara resmi dilantik menjadi siswa perintis ekstrakurikuler SMK Negeri 54 Jakarta di Curug Seribu – Bogor – Jawa Barat. Hadir dalam acara pelantikan beberapa guru pembina, diantaranya Drs. Heman Mandraharja ( Waka.Kesiswaan ), Suryanto, S.Pd ( Waka. Kurikulum), Drs. Darwin Hendarto ( Waka. Hubin ), Drs. Sugeng Bagiono ( Koord.PLH ), dan Sahabat Bancin, S.Pd selaku pembina siswa. Sedangkan Kepala SMKN 54 jakarta, Drs. Iswandy berhalangan hadir. Namun dalam acara pelepasannya menyampaikan, “ bahwa dengan kegiatan pelantikan Jambore Ekstrakurikuler ini diharapkan siswa peserta yang mengikutinya dapat menjadi perintis dan motivator bagi siswa lainnya dalam aktivitas-aktivitas kegiatan positif di sekolah, seperti, kedisiplinan, ketertibaban, kebersihan, dan kegiatan belajar.”
Daryono, selaku pembina pramuka SMK Negeri 54 Jakarta juga menegaskan, “bahwa kegiatan pelantikan Jambore Ekstrakurikuler ini dilaksanakan bertujuan untuk membangun fisik, mental, spiritual, dan intelektual siswa ke arah pembentukan karakter yang positif.” Dengan karakter yang positif siswa akan termotivasi untuk belajar, berkarya, dan berprestasi.
Membina peran serta pelajar dalam meningkatkan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup yang menjadi tema kegiatan ini, merupakan salah satu upaya bagi sekolah untuk mengajak para siswa ikut terlibat dalam peran sertanya di dalam kegiatan kemasyarakatan maupun kegiatan penghijauan ( lingkungan ). Dengan turut serta memiliki peran di masyarakat serta turut menjaga kebersihan lingkungan maupun program green school, maka akan timbul kesadaran baginya untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik. (Suryanto.)
Kepedulian Terhadap Lingkungan Hidup
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan diri pada seseorang atas tiga aspek dalam kehidupannya, yakni pandangan hidup, sikap dan keterampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan di luar sekolah, meski telah memiliki rencana dan program namun pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang lebih fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Sedangkan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara informal tanpa tujuan yang dirumuskan secara baku dan tertulis.
Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut, maka sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan (encultural), suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu. Konsekuensi dari pernyataan ini, maka praktik pendidikan harus sesuai dengan budaya masyarakat.
Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemampuan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Terkait dengan konsep itu, maka perlunya penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah menjadi wadah pendidikan dalam mengembangkan dan membangun potensi yang dimiliki oleh para siswa, salah satunya membina kecintaannya terhadap lingkungan hidup.
Selama tiga hari ( Jum;at – Minggu ), tanggal 29, 30, dan 31 Januari 2010, para siswa yang terdiri dari 17 siswa peserta ekstrakurikuler Paskibra dan 9 siswa pramuka terpilih, secara resmi dilantik menjadi siswa perintis ekstrakurikuler SMK Negeri 54 Jakarta di Curug Seribu – Bogor – Jawa Barat. Hadir dalam acara pelantikan beberapa guru pembina, diantaranya Drs. Heman Mandraharja ( Waka.Kesiswaan ), Suryanto, S.Pd ( Waka. Kurikulum), Drs. Darwin Hendarto ( Waka. Hubin ), Drs. Sugeng Bagiono ( Koord.PLH ), dan Sahabat Bancin, S.Pd selaku pembina siswa. Sedangkan Kepala SMKN 54 jakarta, Drs. Iswandy berhalangan hadir. Namun dalam acara pelepasannya menyampaikan, “ bahwa dengan kegiatan pelantikan Jambore Ekstrakurikuler ini diharapkan siswa peserta yang mengikutinya dapat menjadi perintis dan motivator bagi siswa lainnya dalam aktivitas-aktivitas kegiatan positif di sekolah, seperti, kedisiplinan, ketertibaban, kebersihan, dan kegiatan belajar.”
Daryono, selaku pembina pramuka SMK Negeri 54 Jakarta juga menegaskan, “bahwa kegiatan pelantikan Jambore Ekstrakurikuler ini dilaksanakan bertujuan untuk membangun fisik, mental, spiritual, dan intelektual siswa ke arah pembentukan karakter yang positif.” Dengan karakter yang positif siswa akan termotivasi untuk belajar, berkarya, dan berprestasi.
Membina peran serta pelajar dalam meningkatkan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup yang menjadi tema kegiatan ini, merupakan salah satu upaya bagi sekolah untuk mengajak para siswa ikut terlibat dalam peran sertanya di dalam kegiatan kemasyarakatan maupun kegiatan penghijauan ( lingkungan ). Dengan turut serta memiliki peran di masyarakat serta turut menjaga kebersihan lingkungan maupun program green school, maka akan timbul kesadaran baginya untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik. (Suryanto.)
Jambore 54
Membina Peran Serta Pelajar Dalam Meningkatkan
Kepedulian Terhadap Lingkungan Hidup
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan diri pada seseorang atas tiga aspek dalam kehidupannya, yakni pandangan hidup, sikap dan keterampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan di luar sekolah, meski telah memiliki rencana dan program namun pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang lebih fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Sedangkan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara informal tanpa tujuan yang dirumuskan secara baku dan tertulis.
Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut, maka sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan (encultural), suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu. Konsekuensi dari pernyataan ini, maka praktik pendidikan harus sesuai dengan budaya masyarakat.
Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemampuan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Terkait dengan konsep itu, maka perlunya penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah menjadi wadah pendidikan dalam mengembangkan dan membangun potensi yang dimiliki oleh para siswa, salah satunya membina kecintaannya terhadap lingkungan hidup.
Selama tiga hari ( Jum;at – Minggu ), tanggal 29, 30, dan 31 Januari 2010, para siswa yang terdiri dari 17 siswa peserta ekstrakurikuler Paskibra dan 9 siswa pramuka terpilih, secara resmi dilantik menjadi siswa perintis ekstrakurikuler SMK Negeri 54 Jakarta di Curug Seribu – Bogor – Jawa Barat. Hadir dalam acara pelantikan beberapa guru pembina, diantaranya Drs. Heman Mandraharja ( Waka.Kesiswaan ), Suryanto, S.Pd ( Waka. Kurikulum), Drs. Darwin Hendarto ( Waka. Hubin ), Drs. Sugeng Bagiono ( Koord.PLH ), dan Sahabat Bancin, S.Pd selaku pembina siswa. Sedangkan Kepala SMKN 54 jakarta, Drs. Iswandy berhalangan hadir. Namun dalam acara pelepasannya menyampaikan, “ bahwa dengan kegiatan pelantikan Jambore Ekstrakurikuler ini diharapkan siswa peserta yang mengikutinya dapat menjadi perintis dan motivator bagi siswa lainnya dalam aktivitas-aktivitas kegiatan positif di sekolah, seperti, kedisiplinan, ketertibaban, kebersihan, dan kegiatan belajar.”
Daryono, selaku pembina pramuka SMK Negeri 54 Jakarta juga menegaskan, “bahwa kegiatan pelantikan Jambore Ekstrakurikuler ini dilaksanakan bertujuan untuk membangun fisik, mental, spiritual, dan intelektual siswa ke arah pembentukan karakter yang positif.” Dengan karakter yang positif siswa akan termotivasi untuk belajar, berkarya, dan berprestasi.
Membina peran serta pelajar dalam meningkatkan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup yang menjadi tema kegiatan ini, merupakan salah satu upaya bagi sekolah untuk mengajak para siswa ikut terlibat dalam peran sertanya di dalam kegiatan kemasyarakatan maupun kegiatan penghijauan ( lingkungan ). Dengan turut serta memiliki peran di masyarakat serta turut menjaga kebersihan lingkungan maupun program green school, maka akan timbul kesadaran baginya untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik. (Suryanto.)
Konfirmasi : Jika ada yang kurang jelas. Thanks
Kepedulian Terhadap Lingkungan Hidup
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan diri pada seseorang atas tiga aspek dalam kehidupannya, yakni pandangan hidup, sikap dan keterampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan di luar sekolah, meski telah memiliki rencana dan program namun pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang lebih fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Sedangkan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara informal tanpa tujuan yang dirumuskan secara baku dan tertulis.
Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut, maka sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan (encultural), suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu. Konsekuensi dari pernyataan ini, maka praktik pendidikan harus sesuai dengan budaya masyarakat.
Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemampuan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Terkait dengan konsep itu, maka perlunya penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah menjadi wadah pendidikan dalam mengembangkan dan membangun potensi yang dimiliki oleh para siswa, salah satunya membina kecintaannya terhadap lingkungan hidup.
Selama tiga hari ( Jum;at – Minggu ), tanggal 29, 30, dan 31 Januari 2010, para siswa yang terdiri dari 17 siswa peserta ekstrakurikuler Paskibra dan 9 siswa pramuka terpilih, secara resmi dilantik menjadi siswa perintis ekstrakurikuler SMK Negeri 54 Jakarta di Curug Seribu – Bogor – Jawa Barat. Hadir dalam acara pelantikan beberapa guru pembina, diantaranya Drs. Heman Mandraharja ( Waka.Kesiswaan ), Suryanto, S.Pd ( Waka. Kurikulum), Drs. Darwin Hendarto ( Waka. Hubin ), Drs. Sugeng Bagiono ( Koord.PLH ), dan Sahabat Bancin, S.Pd selaku pembina siswa. Sedangkan Kepala SMKN 54 jakarta, Drs. Iswandy berhalangan hadir. Namun dalam acara pelepasannya menyampaikan, “ bahwa dengan kegiatan pelantikan Jambore Ekstrakurikuler ini diharapkan siswa peserta yang mengikutinya dapat menjadi perintis dan motivator bagi siswa lainnya dalam aktivitas-aktivitas kegiatan positif di sekolah, seperti, kedisiplinan, ketertibaban, kebersihan, dan kegiatan belajar.”
Daryono, selaku pembina pramuka SMK Negeri 54 Jakarta juga menegaskan, “bahwa kegiatan pelantikan Jambore Ekstrakurikuler ini dilaksanakan bertujuan untuk membangun fisik, mental, spiritual, dan intelektual siswa ke arah pembentukan karakter yang positif.” Dengan karakter yang positif siswa akan termotivasi untuk belajar, berkarya, dan berprestasi.
Membina peran serta pelajar dalam meningkatkan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup yang menjadi tema kegiatan ini, merupakan salah satu upaya bagi sekolah untuk mengajak para siswa ikut terlibat dalam peran sertanya di dalam kegiatan kemasyarakatan maupun kegiatan penghijauan ( lingkungan ). Dengan turut serta memiliki peran di masyarakat serta turut menjaga kebersihan lingkungan maupun program green school, maka akan timbul kesadaran baginya untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik. (Suryanto.)
Konfirmasi : Jika ada yang kurang jelas. Thanks
Artikel Pendidikan
UJIAN NASIONAL, PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
DAN PERUBAHAN BUDAYA
Oleh : Suryanto, S.Pd (Guru SMK Negeri 54 Jakarta)
Seorang ahli pendidikan Inggris, Alfred North Whitehead pernah mengatakan bahwa, “ di tengah-tengah kehidupan modern, hukumnya mutlak. Suatu bangsa yang tidak menilai tinggi kecerdasan yang terlatih dinasibkan tenggelam dalam sejarah. Baik segala kepahlawanannya, semua kelincahannya, semua kemenangan yang telah dicapainya di darat ataupun di laut, akan mampu menolak dorongan nasib. Hari ini bangsa itu mungkin bisa bertahan. Besok, ilmu pengetahuan akan maju satu langkah. Bagi suatu bangsa yang tidak berpendidikan, tidak ada suatu mahkamah pun ke mana dia dapat memajukan pengaduan atas hukuman yang telah dijatuhkan kepada bangsa yang tidak berpendidikan “.
Dari pernyataan ini sebenarnya ingin disimpulkan dan dimaknai, bahwa jika kita adalah bangsa yang miskin, maka bangsa lain akan merasa iba dan belas kasihan kita, namun jika kita adalah suatu bangsa yang bodoh dan tidak berpendidikan, maka bangsa lain tidak akan timbul rasa iba dan belas kasihan kecenderungannya ia akan melibas, menjajah, dan memangsa kita. Dan mudah-mudahan kita tidak berada sebagai bangsa yang miskin yang senantiasa mengharap rasa iba dan belas kasih negara atau bangsa lain. Apalagi jika kita termasuk bangsa yang bodoh dan gampang untuk dibodoh-bodohi. Sudah tentu kalau saat ini kita masih memiliki eksistensi sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, besok mungkin ‘Indonesia’ tidak ada lagi di peta dunia.
Di sisi lain kita juga perlu bercermin terhadap bangsa Jepang, sebagai salah satu negara di Asia yang pertama-tama melancarkan tentang proses modernisasi, yang juga telah begitu besar memberikan perhatiannya kepada bidang pendidikan, khususnya di dalam peningkatan kecerdasan rakyatnya. Seorang cendikiawan, Yukichi Fukuzawa (1835 – 1904 ) pernah menulis dalam sebuah bukunya yang berjudul ‘ Gakumon no Susume ‘ yang artinya suatu himbauan untuk belajar, yaitu “ Bahwa Tuhan tidak menakdirkan seseorang pada tempat di atas atau di bawah seseorang yang lain. Ini berarti bahwa kalau mereka dilahirkan, mereka sama derajatnya ....Namun, kalau kita melayangkan pandangan atas suasana manusia yang sebenarnya, kita jumpai mereka yang pandai dan mereka yang bodoh, mereka yang berderajat rendah, suasana mereka sangat berbeda seakan-akan antara awan dan lumpur. Sebab-sebab adanya suasana demikian itu jelas sekali ....Kalau seseorang tidak menuntut ilmu, ia akan tetap dalam kegelapan, dan seseorang yang berada dalam kegelapan adalah orang bodoh. Oleh sebab itu, perbedaan antara pandai dan bodoh, pada hakikatnya, ditetapkan oleh pendidikan “.
Fukuzawa tidak hanya berbicara, tapi ia setia pada keyakinannya dan ia menolak beberapa tawaran pemerintah pada saat itu untuk memangku jabatan pada pemerintahan. Ia malah mendirikan sekolah yang tumbuh menjadi apa yang sekarang dikenal di seluruh dunia sebagai Universitas Keio di Tokyo.
Bertitik tolak dari gambaran itu, marilah kita lebih membuka mata kita lebar-lebar untuk melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi pada pendidikan kita saat ini, pasang telinga untuk dapat mendengarkan secara jelas segala macam bentuk kritikan dan masukan tentang mutu pendidikan. Dan menetapkan serta meyakinkan hati serta pikiran kita bahwa memang kuantital apalagi kualitas pendidikan kita saat ini masih jauh dari ketertinggalan.
Sebagai barometer agar kita dapat mensikapi permasalahan pendidikan ini secara arif dan bijaksana dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, diantaranya adalah : (1) masih banyak ketidakpedulian kita membantu terlaksananya pendidikan wajib belajar sembilan tahun terhadap anak-anak negeri kita yang berada pada usia sekolah; (2) sarana dan prasarana pendidikan yang masih kurang baik secara kuantitas maupun kualitas terlebih pada daerah-daerah pedalaman atau terpencil dan jauh dari pusat ibukota; (3) belum tumbuhnya budaya belajar dan membaca di kalangan masyarakat kita; (4) memiliki karakter pendidikan yang ‘ instan ‘ dan ‘ komersil’; (5) penilaian hasil pendidikan dari peserta didik masih berorientasi kepada rasa iba dan belas kasihan serta masih ditunggangi dengan kepentingan-kepentingan politik dan golongan dan masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang sebenarnya sudah terjadi bahkan sedang terjadi.
Marilah kita masing-masing melihat dan bertanya kepada hati kecil kita, apa memang demikian adanya ? Tak perlu juga kita nantinya berdebat untuk mempermasalahkan ‘ Ya ‘ atau ‘ Tidak ‘ namun akan lebih bermanfaat energi ini digunakan untuk sama – sama memulai dari diri sendiri untuk berjalan dan bertindak yang benar. Mau di bawah kemana arah pendidikan kita, jika kita masih selalu mencari-cari kesalahan dan memaksakan diri untuk benar.
Sejauh ini kita mendengar bahwa pelaksanaan ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah tiada lain salah satu tujuannya adalah untuk mengukur hingga sejauh mana pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah mampu menghasilkan tamatan yang berkualitas dan kompeten di bidangnya. Dan sejauh ini pula kita selalu menggembar-gemborkan tentang peningkatan mutu pendidikan tanpa melakukan proses yang baik dan benar dalam pembelajaran di kelas.
Pelaksanaan Ujian Nasional
Menarik garis benang merah permasalahan yang terjadi, salah satu solusinya adalah bahwa kita harus mau dan mampu merubah budaya belajar dan budaya kerja kita untuk menjadi lebih baik, lebih bermanfaat, lebih mempunyai arti, dan lebih memiliki kepedulian terhadap segala hal yang terkai dengan pendidikan di negara kita. Dari mulai proses persiapan dan kebijakan maupun aturan main yang akan dijalankan, proses interaksi dan komunikasi pembelajaran antara peserta didik dan guru pendidik, proses penilaian dan instrumen test yang valid, reliabel, konsekuen, dan nyata. Kemudian kelanjutan arah yang ingin ditempuh setelah menjalankan pendidikan.
Dari pelaksanaan ujian nasional yang senantiasa berubah-ubah aturan mainnya, kenyataan yang kita temui, ujian nasional belum mampu menjadi alat ukur untuk mengevaluasi dan mengukur tingkat kemajuan pendidikan, namun lebih mengarah kepada predikat ‘tukang jagal nasib orang’. Mengapa demikian, meskipun hasil belajar di sekolah siswa memiliki predikat yang baik, namun jika hasil ujian nasionalnya dari ketiga mata pelajaran yang diujikan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika, jika salah satunya memiliki nilai di bawah 4,00 atau rata-rata ketiganya dibawah 5,50 maka siswa dinyatakan ‘tidak lulus’ yang berarti siswa tersebut harus mengulang atau mengikuti ujian persamaan paket C. Fenomena lagi pada UN tahun 2010 kemarin karena saking banyaknya siswa yang tidak lulus, maka diadakan ujian ulang yang hasilnya masih perlu dipertanyakan.
Dan pada ujian nasional tahun 2011 ini untuk menentukan kelulusan disertakan nilai raport pada semester 3,4, dan 5 dengan bobot nilai 40% serta nilai ujian sekolah 60%. Dari keduanya disebut dengan Nilai Sekolah. Dan Nilai Akhir adalah 40% Nilai Sekolah ditambah dengan Nilai Ujian Nasional 60%. Berubahnya turan main ini dibanding tahun lalu mempertimbangkan adanya nilai proses kegiatan pembelajaran di sekolah yang diharapkan memiliki peran dalam penentuan kelulusan siswa. Sepintas aturan ini dapat dikatakan memudahkan siswa untuk lulus, seandainya pada proses kelulusan nilai raport dan nilai ujian sekolah mampu membantu didapatnya nilai akhir di atas nilai 4,00 dan rata-rata 5,50. Jadi meskipun UN-nya memiliki nilai di bawah 4,00 masih ada kemungkinan siswa dapat dinyatakan LULUS, apalagi jika nilainya terkandung bahan ‘rekayasa’.
Perlu kiranya kita semua menyadari seandainya proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah itu berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan tuntutan kurikulum maupun diagram pencapaian kompetensi peserta didik serta aturan penilaian yang berlaku dilaksanakan secara baik dan benar serta dengan rasa tanggung jawab, rasa-rasanya kita pun akan ‘ foreplay ’ atau legowo menerima keputusan lulus atau tidak lulus, selesai atau tidak selesai siswa yang kita didik. Apapun aturan mainnya yang di POS kan oleh pemerintah tentang ketentuan kelulusan, mereka yakin bahwa itu semua demi peningkatan mutu pendidikan. Namun bagi kita yang melaksanakan aturan main itu kadang pula gemas dan bingung, dan lagi-lagi kita bertanya, “Mau dibawa kemana sebenarnya tujuan pendidikan kita..??”
Mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing apakah sejauh ini kita selaku pendidik sudah melaksanakan proses pembelajaran yang baik dan benar yang bertujuan agar siswa terbangun motivasi dan potensinya untuk dapat menjadi cerdas dan pintar adalah suatu kebutuhan dan bukan semata kewajiban apalagi paksaan. Oleh karena proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan rasa ketakutan, ancaman, maupun tidak menarik minat peserta didik untuk butuh belajar dapat dipastikan tidak akan tercapainya tujuan pembelajaran. Sehingga seringkali terjadi peserta didik tidak memiliki keyakinan dan rasa percaya diri bahwa dirinya mampu, yang terjadi mereka (peserta didik) bahkan para guru mencari berbagai cara (legal ataupun ilegal) agar sekolahnya mampu memenuhi tuntutan kelulusan seratus persen. Dengan demikian akan membuat pihak-pihak tertentu akan merasa hebat dan bangga (kehebatan dan kebanggaan yang semu, membohongi diri sendiri bahkan mungkin orang tua/wali peserta didik). Hasilnya bagi peserta didik yang lulus, ia tidak dan belum siap untuk memasuki dunia pendidikan tinggi dan dunia kerja, kebodohan dan pengangguran berjalan beriring-iringan. Menjadi asset bangsa yang kurang produktif dan berdaya guna. Sedangkan bagi peserta didik yang tidak lulus, mereka menggelar aksi unjuk rasa terhadap orang tua, sekolah, anggota dewan, pemerintah dengan turun ke jalan menjalankan keputus asaan dan kekesalannya dengan ‘ berdemonstrasi ria ‘.
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Merubah Budaya?
Di lain hal peningkatan mutu pendidikan yang senantiasa di dengung-dengungkan di berbagai acara seminar, lokakarya, workshop ataupun upacara hari pendidikan nasional, hari guru, hari PGRI, dan lain sebagainya masih sebatas seremonial dan wajib disampaikan tanpa adanya tindakan nyata untuk berbuat dan merubah budaya belajar dan bekerja menjadi lebih baik. Sebagai suatu anekdot disampaikan oleh salah seorang pejabat depdiknas bahwa, “Pemerintah sudah berupaya sedemikian rupa untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu dengan membangun banyak gedung sekolah dengan kelengkapan fasilitas yang baik dan memadai diharapkan nantinya tidak ada lagi anak-anak di usia wajib belajar tidak mengenyam pendidikan,meskipun kenyataannya banyak gedung-gedung sekolah roboh dan rusak sebelum waktunya serta banyak fasilitas-fasilitas pembelajaran yang tidak dimanfaatkan hanya menjadi hiasan dan barang koleksi sekolah, untuk kemudian rusak di makan waktu karena tak pernah tersentuh apalagi dijalankan. Oleh karena tidak mengerti dan tidak mau untuk mengerti.
Di berikannya pendidikan gratis dan pendanaan bantuan operasional sekolah (BOS) maupun bantuan operasional murid miskin (BOMM) dan lain sebagainya yang bertujuan agar tidak ada lagi siswa yang putus sekolah gara-gara miskin dan ekonomi sulit. Kenyataannya banyak terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan, dan peserta didik yang putus sekolah tetap saja merajalela.
Di berikannya kenaikan tunjangan bahkan dana sertifikasi agar para pendidik atau guru mampu untuk meningkatkan kompetensi pengetahuan dan ketrampilannya menjadi lebih baik dan lebih kompeten di bidang mata ajarnya. Dan tidak senantiasa hanya memikirkan perut karena tuntutan kebutuhan ekonomi tidak mencukupi, dengan adanya kenaikan gaji, tunjangan bahkan sertifikasi, guru diharapkan akan lebih fokus bagaimana menciptakan proses pembelajaran yang produktif, aktif, kreatif, efektif, sekaligus menyenangkan sehingga pada akhirnya mampu menghasilkan lulusan dan tamatan yang siap memasuki dunia pendidikan tinggi dan dunia kerja memajukan kehidupan bangsa dan negara.
Kenyataan yang kita lihat dan perhatikan adalah banyak tenaga pendidik atau guru malah semakin sibuk dengan kepentingannya sendiri. Sibuk membeli tunai dan kredit fasilitas perabotan rumah, kendaraan bermotor, jadwal wisata dan tamasya, bahkan ada yang berencana beristri lagi. “ .....mau dibawa kemana pendidikan kita, jika kita kurang memiliki rasa peduli terhadap kecerdasan anak-anak negeri, demi cinta Ibunda Pertiwi di antara Saya, Engkau, dan Kita semua “. Dan masih banyak lagi yang sebenarnya terjadi.
Kunci dari segenap permasalahan-permasalahan yang mengakibatkan peningkatan mutu pendidikan masih berjalan ditempat adalah mulailah dari sekarang, bahwa jangan hanya mampu orang lain atau anak-anak didik kita untuk membiasakan budaya membaca, belajar, dan bekerja penuh motivasi dan gali potensi. Namun lakukan dan jalankan segala prosesnya mulailah dari diri kita untuk memulai dengan sesuatu yang baik dan benar sesuai dengan porsi, ketentuan dan bidang kerja kita masing-masing. Dan tetapkanlah suatu keyakinan bahwa kita juga mampu menjadi bangsa yang besar, bangsa yang cerdas, dan bangsa yang hebat diakui serta disegani oleh negara-negara lain di dunia. Dan kita tak perlu lagi saling menyalahkan, karena yang salah itu adalah yang tidak benar.
Langganan:
Komentar (Atom)